5/26/2014

12 kesalahan umum dalam melakukan diet

“Kenapa sih berat badan nggak juga turun meski sudah kelaparan?” 
“Kenapa tiap kali berat badan sudah turun tiba-tiba naik lagi tanpa alasan?”
“Kenapa makan sudah dihati-hati tapi badan tetap saja gemuk?”

Diet, sebuah tema yang umum bagi para wanita, terutama yang sudah melewati usia 35. Dulu waktu masih muda makan apa saja rasanya badan tetap langsing. Sekarang minum air saja rasanya badan menjadi tambah gemuk.  Kecuali bagi yang beruntung selalu mempunyai tubuh langsing, memang benar, semakin kita bertambah usia semakin susah kita mengontrol berat badan. Kenapa? Karena sistem pencernaan lebih lambat 5 persen setiap dekade. Dibandingkan umur 25 tahun kalori yang dibakar tubuh kita 100 lebih sedikit pada saat usia mencapai 35, dan 200 lebih sedikit pada usia 45. Tanpa melakukan apapun berat badan akan bertambah sekitar 5-6 kg setiap tahun. Maka tidak heran jika banyak wanita melakukan diet demi menurunkan berat badan. Sayangnya tidak semua usaha membawa hasil. Yang menjadi pertanyaan, sudahkah kita melakukan diet secara benar?

Masih banyak yang beranggapan bahwa arti diet adalah ‘mengurangi makanan’ atau ‘membiarkan diri kelaparan’. Sebuah pengertian yang salah. Juga sering kali saat melakukan diet kita hanya terfokus pada aturan-aturan dan pantangan-pantangannya, tapi kurang memperhatikan hal-hal yang sering membuat diet kita gagal. Apakah itu?

12 KESALAHAN UMUM DALAM MELAKUKAN DIET:

1. Mengandalkan diet kilat

Image courtesy of www.webmd.com

Diet kilat atau biasa disebut ‘crash diet’ adalah diet ekstrem dengan mengkonsumsi kalori seminim mungkin. Makanan yang dikonsumsi biasanya tidak lebih buah-buahan atau sayur-sayuran. Memang diet ini bisa menurunkan berat badan secara kilat, tapi sebagai akibatnya cara kerja sistem pencernaan menjadi lebih lambat karena kurangnya kalori. Saat target sudah terwujud dan tubuh kembali mengkonsumsi makanan secara normal, maka sistem pencernaan tidak terbiasa membakar kalori secara cepat sehingga berat badan pun cepat naik lagi.

2. Menghindari sarapan

www.ica.se

Menghapus sarapan dari jadwal makan sehari-hari sepertinya cara mudah untuk mengurangi jumlah kalori, tapi akibatnya adalah rasa lapar sepanjang hari. Rasa lapar menimbulkan keinginan untuk ngemil. Porsi makan siang pun biasanya menjadi lebih besar dari biasanya karena rasa lapar yang berlebihan. Sebaliknya kita akan terhindar dari rasa lapar yang berlebihan jika sarapan yang kita konsumsi banyak mengandung serat dan protein tinggi.

3. Meremehkan kalori cemilan



Saat diet kita selalu memperhatikan jumlah kalori makanan utama. Tapi kita sering lupa menghitung kalori cemilan. Bentuk cemilan yang kecil, ringan dan tidak mengenyangkan sebenarnya adalah perangkap untuk menimbun kalori. Sekantong keripik, sepotong kue ultah teman kantor, menghabiskan sisa es krim anak, jika dihitung semuanya jumlah kalori justru lebih banyak dari seporsi makanan utama. Silahkan baca tabel nutrisi pada bungkus cemilan sebelum mengkonsumsi.

4. Tidak ngemil sama sekali


Hah! Ngemil salah, nggak ngemil juga salah. Mana yang benar nih? Yang benar adalah tergantung kualitas cemilan tersebut. Dengan memakan cemilian beberapa kali dalam sehari kita bisa terhindar dari rasa lapar. Di samping itu ngemil membantu sistem pencernaan untuk bekerja keras, terutama jika cemilan tersebut banyak mengandung protein tinggi. Pilih cemilan yang bermutu seperti kacang-kacangan yang tidak digoreng dengan minyak dan tidak banyak garam atau buah-buahan (baik segar maupun kering).

5. Terlalu terpaku sama produk ‘low-fat’

Image courtesy of www.webmd.com

Produk rendah lemak sangat membantu menurunkan berat badan. Hanya saja yang tertulis ‘Rendah Lemak’ belum tentu ‘Rendah Kalori’. Jika piring Anda penuh dengan kue ‘rendah lemak’, bisa jadi Anda mengkonsumsi lebih banyak kalori dibanding dengan sepotong kue yang dibuat dengan produk full-fat.

6. Menyeruput kalori jumlah besar


Kadar kalori minuman sering kita lupakan. Mentang-mentang bentuknya yang cair kita yakin berat badan tidak akan terpengaruh. Salah besar. Tahukah Anda berbagai jenis minuman kopi di cafe-cafe biasanya mengandung lebih dari 500 kalori? Begitu juga dengan jus buah karton dan minuman bersoda. Yang lebih parah kalori dalam bentuk cair tidak membunuh rasa lapar. Biasanya porsi makan tidak berkurang meskipun sudah mengkonsumsi minuman berkalori tinggi.

7. Terlalu sedikit minum air

naturalwaysofliving.blogspot.com

Cara termudah untuk ‘mengglontor’ lemak adalah minum air sebanyak mungkin. Kekurangan cairan dalam dalam tubuh akan mempersulit sistem pencernaan dalam membakar kalori sehingga proses penurunan berat badan menjadi lambat. Penelitian menunjukkan orang dewasa yang mengkonsumsi air minum lebih dari delapan gelas per hari bisa menurunkan berat badannya lebih cepat dibanding dengan yang sedikit minum air.

8. Menjahui produk susu

Image courtesy of www.webmd.com

Susu full-fat, keju dan es krim adalah tabu buat pelaku diet. Tapi menghindari total produk dairy juga memberi efek yang sebaliknya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembakaran lemak bisa dilakukan lebih banyak jika tubuh mendapatkan cukup kalsium, sebaliknya tubuh akan menghasilkan lemak jika tidak mendapatkan cukup kalsium. Kalsium dalam bentuk suplemen sepertinya tidak banyak membantu. Jadi sebaiknya tetap mengkonsumsi produk dairy tapi pilih yang rendah lemak.

9. Menjadi korban fast food

www.mykits.com

Waktu terbatas, rasa lapar yang tidak bisa ditahan adalah salah satu penyebab untuk menuju ke arah ‘drive-thru’. Hanya saja selera makan biasanya tidak berhenti cukup pada burger saja. Masih ada embel-embel lainnya yang sayang untuk dihindari seperti french fries, onion rings, beberapa bungkus saos tomat, mayonese, milkshake, dan minuman bersoda. Penelitian menunjukkan orang yang mengkonsumsi fast food dua kali seminggu bisa mengalami kenaikan berat badan sampai 5 kg lebih dibanding dengan yang mengkonsumsi kurang dari sekali seminggu.

10. Menimbang badan setiap hari

Image courtesy of www.femonite.com

Menimbang badan setiap hari adalah resep sebuah frustasi. Selain itu tidak ada informasi yang menguntungkan kecuali angka yang itu-itu saja setiap hari. Lebih baik kita menetapkan target jangak panjang dengan menimbang badan sekali seminggu. Hasilnya pun lebih memuaskan jika kita melihat jarum atau angka yang tiba-tiba menurun. Dengan melihat angka yang benar-benar menurun kita pun lebih termotivasi untuk menlanjutkan diet.

11. Menetapkan target yang tidak masuk akal

Image courtesy of  www.webmd.co

Menetapkan target turun 5 kg atau bahkan lebih pada minggu pertama misalnya, sama dengan merencanakan kegagalan dari awal. Jika Anda tahu akan sulit untuk mewujudkannya sebuah target, maka Anda merasa enggan untuk memulai atau bahkan tidak akan pernah memulai diet. Jika setelah berubaya keras tapi ternyata hasilnya hanya separuh dari yang kita targetkan, maka jangankan kita bahagia dengan hasil yang ada, tapi malah merasa tidak termotivasi karena hasil yang dicapai tidak sesuai target. Menentukan target yang realistis adalah vital untuk mencapai sukses program diet. Jika tidak yakin dengan target yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, sebaiknya konsultasikan dengan pakar diet.

12. Lupa melatih otot

www.timeforchangefitness.com

Berat badan sudah turun tapi kenapa badan tetap keliahatan ‘gombyor’? Harap diingat Jennifer Aniston atau Gwyneth Paltrow memiliki tubuh seperti itu tidak hanya dari diet, tapi dengan berolah raga juga. Contoh lain yang lebih sederhana: bayangkan perbedaan bentuk antara 400 gr batu yang padat dengan 200 gram sponge yang mengembang. Hehe… lain kan? Jangan terpaku pada berat badan tapi lebih perhatikan pada bentuk tubuh. Yang membuat tubuh tampak ‘lebih langsing’ di mata bukanlah angka pada timbangan tapi massa otot. Jika otot tidak dilatih maka tiap 10 tahun kita akan kehilangan massa otot. Jenis olah raga cardio sangat bagus untuk kesehatan, tapi tidak cukup untuk membangun massa otot. ‘Lifting weight’ atau olah raga angkat berat sangat bagus untuk ‘memahat’ tubuh. Jangan khawatir, dengan olah raga ini Anda tidak akan berubah seperti Arnold Schwarzenegger Dwayne Johnson :). Dan olah raga ini membakar sangat banyak kalori. Saat ini tersedia banyak gadget apps untuk berbagai jenis olah raga yang bisa dikerjakan sendiri di rumah maupun di fitness studio tanpa instruktur.

9/15/2013

Tip membantu anak gemar menulis


Anak Anda gemar membaca? Bagus sekali, karena ada kemungkinan anak Anda juga suka menulis. Anak yang suka membaca biasanya memiliki imajinasi yang luas. Menulis bisa melatih anak untuk berpikir kreatif dan belajar mengekspresikan imajinasinya. Hal ini sangat membantu kemampuan anak untuk berpikir 'outside the box' atau memperluas cara berpikir, sehingga anak memiliki skill untuk menganalisa masalah dan memecahkannya.

Dengan menciptakan dan menceritakan sebuah kisah, anak belajar untuk mengorganisir pikirannya dan menggunakan bahasa tulis untuk berkomunikasi dengan pembaca dalam berbagai cara. Menulis sebuah cerita atau kisah juga meningkatkan kemampuan anak dalam membaca dan memahami cerita yang ditulis oleh orang lain. Banyak keuntungan yang bisa diambil dalam menulis, di antaranya adalah:

Melatih rasa percaya diri 
Saat anak menulis dia merasa dirinya lebih baik. Apalagi jika mendapat pujian dari orang dewasa - dia akan merasa lebih percaya diri. Menulis bisa membantu anak untuk merasa lebih nyaman atau sreg dalam menunjukkan siapa dirinya dan menyuarakan opininya.

Kesempatan untuk mengekspresikan diri
Anak sering memiliki perasaan yang rumit tapi mereka tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan. Menulis adalah sebuah terapi yang bagus buat siapa saja, dan tentunya sangat bagus juga buat anak-anak. Saat mereka menciptakan karakter dan plot cerita dalam tulisan, mereka juga bisa merasakan perasaan sendiri sehingga merasa lebih baik.

Meningkatkan kemampuan di bidang lainnya
Penelitian menunjukkan anak yang kereatif dalam menulis biasanya memiliki kemampuan lebih tinggi dalam berbagai bidang dibanding anak lainnya seperti ilmu pengetahuan, matematika, dan bahasa asing. Memperluas cara berpikir dan menguji kemampuan diri sendiri melalui menulis membantu anak untuk lebih percaya diri dan disiplin - kemampuan ini sangat diperlukan dalam semua bidang di sekolah dan di dalam kehidupan nyata. Banyak hal-hal yang bisa dipelajari anak dalam menulis, seperti pengembangan ide yang akan membantu anak di kemudian hari.

Akan tetapi, meski kegiatan menulis bisa menyenangkan bagi sebagian anak, menulis bisa juga menjadi tantangan besar (juga buat orang dewasa!). Agar anak lebih percaya diri dalam menulis, kita bisa memperkenalkan kebiasaan tersebut mulai dini. Bagaimana caranya? Inilah cara-cara sederhana dalam melatih anak untuk menulis:

  • Tulis kartu pos buat kakek, nenek, atau saudara lainnya saat berlibur. Tulis juga surat atau e-mail (dan diam-diam sarankan mereka untuk membalas agar anak lebih bersemangat menulis lagi). 
  • Beri semangat anak untuk menulis tentang hal-hal yang sangat dia sukai, misal: binatang kesayangannya atau mainan barunya. 
  • Saat liburan panjang, ajak anak untuk menulis jurnal tentang hari-hari yang dilewati.
  • Baca komik di koran dan biarkan anak menciptakan komik sendiri. Jika anak sudah mengenal gadget, ada beberapa Apps yang membantu seperti Comic Life. 
  • Gunakan alat-alat yang fun seperti pulpen jelly, markers, crayon, pencil warna dan sebagainya. 
  • Biarkan anak menulis daftar belanja groseri.
  • Orang tua ambil bagian dalam menulis seperti menulis pesan post-it lalu ditempel di kamar tidur, buku sekolah, dan sebagainya. 
  • Ganti kebiasaan main handphone saat menunggu (di klinik, rumah makan dan sebagainya) dengan bermain tebak-tebakan kata atau permainan 'Hangman'.
  • Ciptakan sebuah tempat untuk memampang hasil tulisan anak, misal di pintu kulkas, di pintu lemari pakaian, bahkan bila perlu dipasang pigura dan ditempel di dinding ruang keluarga.
  • Publikasikan tulisan anak. Hal ini tidak hanya membuat anak bangga, tapi juga merupakan kenang-kenangan yang tak terlupakan. Bahkan Anda bisa membukukan dengan cara men-scan lembar-lembar tulisan dan mengirimnya ke percetakan untuk dijadikan buku. Atau burn hasil scan dalam CD untuk dikirim ke kerabat jauh. Bisa juga di sinkronisasi dengan TV untuk dinikmati bersama keluarga. 
Selamat menulis. 

9/13/2013

Menghafal Informasi dengan Flash Card


Masih ingat bagaimana cara kita dulu menghafal perkalian atau tanggal-tanggal penting pelajaran sejarah? Kalau FunkyMami dulu suka menstabilo atau menggaris bawahi informasi penting trus bukunya ditutup buat menghafal. Kalau perkalian atau rumus biasanya ditulis di kertas sampai jadi kumal saking seringnya dilipat dan digenggam. Eh, ternyata jaman sekarang ada cara yang lebih fun dalam menghafal informasi, yaitu menggunakan Flash Card.

Sudah pernah dengar istilah 'Flash Card' belum? Kalau belum, Flash Card adalah sederet kartu seukuran kartu nama, kartu remi atau kadang sedikit lebih besar yang bertuliskan informasi pada kedua sisi. Informasi bisa berupa kata atau angka. Biasanya di satu sisi tertulis pertanyaan dan di sisi lainnya tertulis jawaban dari pertanyaan tersebut. Ada juga Flash Card yang hanya berisi kata atau angka, biasanya untuk anak-anak yang sedang belajar membaca atau mengenal angka. Flash Card ini gunanya untuk menghafal informasi dalam bentuk tanya jawab yang dilakukan berulang-ulang. Flash Card bisa digunakan untuk menghafal perkalian/pembagian, rumus, tanggal bersejarah, fact sheet dan sebagainya. Tanya jawab bisa dilakukan dua orang atau sendiri. Merujuk namanya 'Flash' yang berarti sangat cepat (ingat film Flash Gordon kan?), cara menggunakan kartu ini biasanya sangat cepat dengan mempertontonkan pertanyaaan sekilas dan dan harus dijawab dengan cepat pula. Kalau jawaban salah, kartu bisa disisihkan untuk dihafalkan kembali.

Keuntungan

Apa keuntungan Flash Card dibanding tutup buku atau secarik kertas? Yang jelas tidak cepat lusuh, tidak gampang hilang atau tidak perlu repot-repot nenteng buku kalau mau menghafal di perjalanan. Disamping itu, Flash Card bisa dipilah-pilah dan dihafal sedikit demi sedikit sehingga kesannya tidak terlalu banyak seperti tulisan buku atau deretan hafalan di atas secarik kertas. Apalagi kalau Flash Card-nya berwarna warni, anak bisa semangat.

Mendapatkan Flash Card

Biasanya Flash Card dijual di toko-toko buku atau toko-toko yang menjual peralatan sekolah. Tapi kalau Flash Card tidak ditemukan di toko buku terdekat seperti di daerah tempat tinggal FunkyMami, kita juga bisa bikin sendiri. Caranya?

Flash Card buatan sendiri

  1. Menggunakan kartu nama kosong. Beli satu kotak kartu nama kosong yang belum di cetak, lalu tulis pertanyaan di satu sisi dan jawabannya di sisi baliknya. Ini cara termudah dan termurah. Segi negatifnya, kalau tulisannya seperti resep dokter, yang nge-tes jadi malas. Lebih parah lagi kalau yang nulis juga nggak bisa baca tulisannya sendiri :). Jadi nulisnya pelan-pelan ya biar bisa dibaca.
  2. Menggunakan kertas karton atau manila. Kenapa kertas karton atau manila? Biar nggak cepat kumal karena kertas karton/manila lumayan tebal. Dengan menggunakan pulpen, penggaris dan gunting atau cutter kita bisa membuat potongan-potongan Flash Card. Meski terdengar gampang, cara ini lumayan makan waktu dan rumit, apalagi kalau gulungan kertas manila-nya lumayan lebar. 
  3. Menggunakan program komputer dan printer. Nah, ini cara yang lebih cepat dan rapi. Kita tinggal menggunakan program Word atau Excel untuk membuat tabel yang nantinya bisa diprint terus dipotong-potong. Yang menggunakan komputer Mac bisa menggunakan program Pages atau Numbers. Tapi yaitu, harus bikin tabel dulu. Yang sudah terbiasa sih enak tinggal klik, tapi yang tidak terbiasa ya harus ngukur dulu, geser sana sini. 
  4. Membuat secara online. Cara yang lebih muda lagi yaitu dengan menggunakan Flash Card Maker gratis secara online melalui www.kitzkikz.com/flashcards/. Anda tinggal memasukkan pertanyaan dan jawaban dalam formular yang disediakan. Setelah daftar pertanyaan dan jawaban selesai diisi klik tombol PDF. Nanti muncul halaman dalam bentuk file PDF yang sudah lengkap dengan tabel bergaris berikut informasi yang sudah kita isi. Kita juga tidak perlu mengatur margin atas bawah kiri kanan. Pokoknya siap diprint dan dipotong. Yah, tetep aja repot motong! Yee... kalau malas motong ya kembali saja ke metode tutup buku atau kertas lusuh. Tidak apa lah repot-repot sedikit, kan hasilnya lebih aduhai. Lagipula bisa digunakan dalam jangka panjang. 
Selamat mencoba. Oh, ya jangan lupa kartu pertanyaan dan kartu jawaban dilem ya dan jangan sampai salah memasangkannya (yah, repot lagi!).




5/12/2013

Kado Hari Ibu



Lama sekali FunkyMami tidak mengunjungi blog ini. Tiap kali melintas depan komputer, selalu ada perasaan bersalah. Ide untuk menulis sebenarnya banyak sekali, tapi persediaan waktu untuk menulis sangat terbatas. Kondisi tempat tinggal FunkyMami yang berpindah-pindah selalu membuat kehidupan sehari-hari amat sibuk - tetannga baru, teman baru, kegiatan baru, tempat-tempat menarik baru. Tiap tempat baru selalu menyediakan pengalaman baru. Dan FunkyMami merasa, tiap-tiap pengalaman baru itu sangatlah berharga dan layak didokumentasikan agar suatu saat bisa menjadi media untuk mengenang pengalaman-pengalaman berharga itu. Alhasil, FunkyMami selalu sibuk mendokumentasikan cerita perjalanan, acara, kejadian unik, dan hal-hal kecil kecil lainya yang tidak akan terulang lagi saat FunkyMami pindah ke tempat lain. Dan kegiatan mendokumentasi ini (baik berupa foto maupun tulisan) sangatlah ‘time consuming’ alias memakan waktu banyak.

Tapi, hari ini FunkyMami memaksakan diri untuk menulis meski jadwal sudah padat. Bukan tulisan berat kok, sekedar pengalaman manis tetang kemarin. Kemarin adalah Hari Ibu (internasional). FunkyMami lupa sama sekali, karena di negara tempat tinggal FunkyMami sekarang Hari Ibu jatuhnya sekitar sebulan lalu. Tiap Hari Ibu, si S dan R (anak-anak FunkyMami) selalu memberi hadiah kecil, biasanya dalam bentuk kartu, surat, atau kerajinan tangan. Kemarin saat S pulang sekolah dia menyerahkan sebuah surat berjudul “HAPPY MOTHER’S DAY”. Setelah berpelukan dan berciuman, FunkyMami membaca surat yang di hias warna-warni dengan gambar hati, matahari bersinar, pelangi, air mancur dan tanaman rambat. Isinya adalah sebuah daftar atau lebih tepat data-data tentang Funkymami. Begini isinya:


SELAMAT HARI IBU 


(Daftar bagian atas berisi Nama ibuku, Umurnya, Warna rambutnya, Warna matanya, dan Umur.).

  • Ibuku bekerja keras dalam hal: membuat kami semua selamat, menyetrika, mengingatkan aku dan adikku untuk tidak lupa tugas sehari-hari.
  • Barang/hal favorite ibuku adalah: kamera-kameranya, komputernya, buku diary-nya.
  • Dia suka memasak: Spaghetti Aglio Olio, tapi kalau malas dia suka memasak Indomie.
  • Dia suka memakan: coklat ‘Ritter Sport’ (meski setelah makan dia selalu mengeluh takut kegemukan).
  • Harapan terbesar ibuku adalah: seluruh keluarga selalu sehat.
  • Jika ibuku bisa tinggal di mana saja di seluruh dunia, maka dia akan tinggal di: Bali.
  • Jika ibuku bisa mengunjungi tempat mana saja di seluru dunia, maka dia akan mengunjungi: Mesir.
  • Jika ibuku memiliki sejuta dollar, maka dia akan membeli: aku yakin pasti kamera dan tas.
  • Ibuku suka jika: mendapat kejutan, aku dan adikku tertawa-tawa alias tidak bertengkar, mendengarkan perkataannya, dan bermain di luar (tidak ‘bermain’ dengan TV).
  • Warna favorit ibuku adalah: coklat, hitam, putih dan hijau.
  • Jika ibuku sudah selesai bekerja, dia suka melakukan: olah raga, menulis diary, menulis di komputer, membuat scrapbook.
  • Aku membuat ibuku bahagia jika aku: membawa nilai baik hasil ulangan, tidak lupa mematikan lampu, menyisir rambut.
  • Ibuku adalah: yang terbaik, tidak ada duanya, ramah, lucu, dan penuh kejutan.
Ditulis oleh: “S” 12 Mei 2013

Tulisan yang sangat sederhana dan polos, tapi mengandung kenyataan tentang apa yang diperhatikan anak sehari-hari tentang ibunya. Ooh, FunkyMami yakin S pasti juga punya sederet ‘kenyataan-kenyataan’ yang tidak dia sukai tentang ibunya. Tapi berhubung ini Hari Ibu, maka FunkyMami yakin dia hanya ingin menulis yang terbaik. Nggak masalah, karena intinya adalah ternyata tidak hanya kita, orang tua, yang fokus ke anak. Tapi anak juga juga fokus ke kita. Umapama sebuah perusahaan, ternyata nggak cuman auditor aja yang mengaudit karyawan tapi karyawan juga mengaudit para autior. Oke, mungkin hal ini naggak terjadi di perusahaan, tapi pernakah kita bertanya: ‘Kalau kita berhak mengaudit anak, trus yang mengaudit kita siapa?’ Benar nggak nya kita, siapa coba yang boleh mengaudit selain suami/istri? Lha, kalau bapak & ibu sudah gabung dalam satu team, belum tentu kan hasil auditnya obyektif? Sementara kalau yang mengaudit si anak, besar kemungkinan hasilnya adalah jujur. Pertanyaannya, boleh nggak anak menjadi auditor kita? Pentingkah bagi kita hasil penilaian anak tentang diri kita? Kalau saja, penilaian itu ternyata tidak begitu menyenangkan bagi kita, bisa kah kita menerimanya atau setidaknya peduli? Atau pertanyaan yang lebih mendasar lagi: Berhakkah mereka menilai orang tua?

Jangan khawatir, itu semua sekedar pertanyaan retorikal. Jawabnya tentu saja individual dan bukan tema tulisan ini. Yang ingin FunkyMami garis bawahi adalah suka atau tidak, anak mempunyai penilaian tersendiri tentang orang tua. Makhluk-makhluk kecil itu yang setiap hari sibuk bikin PR, mewarnai, menggunting, lompat-lompat dan bermain petak umpat, ternyata secara diam-diam ‘mendokumentasikan’ tiap gerak-gerik dan perkataan orang tua dalam otak mereka. Tulisan si ’S’ (meski mungkin hanya diambil yang terbaik) adalah sebuah ‘feed back’, hasil sebuah atau beberapa pengamatan yang dilakukan secara diam-diam bahkan mungkin di luar sadar. Secara pribadi FunkyMami menyukai ‘feed back’, meski jika harus menelan pahit feed back negatif. Karena FunkyMami percaya, feed back anak adalah sarana yang tepat untuk berkaca demi mencari kekurangan diri sendiri. Karena kenyataanya nggak cuman anak yang harus belajar dari orang tua, tapi kadang orang tua pun harus belajar dari anak. FunkyMami senang karena kado Hari Ibu dari S tahun ini berupa 'laporan audit'. Lega rasanya, ternyata isi laporan cukup positif, meski pada bagian ‘Indomie’ lumayan bikin drop juga.

1/13/2013

The Book of Good


The Book of Good, apakah itu? Bukan, bukan novel baru terbitan Gramedia, tapi buku catatan biasa tentang anak FunkyMami, si S, yang dua bulan lagi berusia 10 tahun. Catatan itu semacam buku harian, ditulis dengan tanggal dan coretan tentang semua kebaikan yang dia kerjakan pada hari itu. Siapa saja dalam rumah (termasuk si S sendiri) boleh menulis apa saja tentang S di buku itu, dengan catatan: HANYA YANG BAIK-BAIK.

Ide menciptakan buku itu muncul pada tahun baru, saat FunkyMami dan suami berkilas balik tentang masa-masa pertemuan pertama, pernikahan, kelahiran anak pertama, anak kedua, mendidik mereka, sampai tidak terasa 12 tahun sudah waktu yang telah terlewatkan bersama. Pada saat bernostalgia itulah, tiba-tiba muncul topik yang selama ini sebenarnya meresahkan tapi belum pernah mereka tanggapi secara serius - yaitu tentang si S.

Sebelum bercerita panjang lebar, FunkyMami perlu menggaris bawahi - sungguh, FunkyMami sangat mencintai dan menyayangi S. Memang klise, orang tua mana yang tidak mencintai anaknya? Apalagi kata orang-orang si S adalah gadis cilik yang baik, sopan dan tidak suka menganggu anak lain. Lalu kenapa muncul ide tentang buku itu? Kenapa segala kebaikan si S harus ditulis yang seolah-olah tujuannya hanyalah untuk menggaris bawahi semua itu? Betul pembaca, memang itulah tujuannya - menggaris bawahi kebaikan si S agar dengan membacanya dia bisa mengerti bahwa dibalik segala kekurangannya, dia adalah anak yang istimewa. Dan mudah-mudahan dengan mengenali keistimewaaannya dia akan lebih percaya diri untuk melakukan hal-hal yang lebih baik lagi.

Dibalik sifat-sifat positifnya, si S adalah anak yang sangat teledor, pelupa dan kurang fokus. Jika FunkyMami tulis SANGAT, artinya melebih rata-rata. Begitu kurang fokusnya sampai FunkyMami berpikir si S pasti sedang bermimpi saat mengerjakan sesuatu. Awalnya FunkyMami selalu berpikir, ‘Ah, namanya juga anak-anak.’ Tapi seiring dengan bertambahnya umur, sifat pelupa si bukannya menurun, tapi malah semakin parah. Umumnya, dengan bertambahnya usia anak, maka bertambah pula rasa tanggung jawabnya sehingga dia lebih berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sayangnya, tidak begitu dengan si S. Hal-hal sepele yang sudah dia kerjakan selama 3 - 4 tahun terakhir seperti, mematikan lampu, mencuci tangan, merapikan tempat tidur dan sebagainya, masih sering terlupakan. Hampir semua tugas si S adalah hal-hal kecil yang rutin dan sebenarnya mudah diingat. Bukannya dia malas, karena jika dia dimintai bantuan maka dia akan segera melaksanakan. Dia hanya perlu diingatkan berulang-ulang untuk mengerjakan tugas rutinnya. Hal ini membuat FunkyMami khawatir karena adiknya, si R, yang berusia 5 tahun sudah bisa melakukan beberapa tugas yang sama dan jarang lupa. Banyak orang bilang, wajar jika anak seumur S sering lupa. Memang benar, anak seusia S masih sering sibuk bermain dengan pikirannya sendiri sehingga kurang bisa berkonsentrasi terhadap hal-hal yang sedang dia kerjakan. Tapi semua kewajaran pasti ada standarnya kan? Dan menurut naluri FunkyMami S sudah melebihi standar kenormalan. FunkyMami berkesimpulan seperti itu karena dia telah membandingkan dengan anak-anak seusianya, berbicara dengan gurunya di sekolah, mencari informasi dari beberapa orang tua, membaca beberapa artikel di media, dan terlebih lagi, memantaunya sehari-hari.

FunkyMami akui, banyak orang mengatakan FunkyMami termasuk orang yang perfeksionis, meskipun FunkyMami lebih suka menyebut dirinya orang yang terorganisir. FunkyMami juga termasuk orang yang suka berencana, menggunakan metode, dan berusaha sebisa mungkin menerapkan rencananya dengan menggunakan metode yang dia pilih. Jika gagal, FunkyMami akan mencari metode lain. Jika hasilnya selalu gagal, maka FunkyMami tahu itu adalah rencana gila :). Maka wajar jika FunkyMami bukanlah termasuk tipe ibu yang bisa memasrahkan tugas merawat anak ke orang lain, seperti baby sitter atau pembantu misalnya. Karena menurut FunkyMami, merawat dan mendidik anak adalah termasuk satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan pengalaman FunkyMami selama ini, sangat sulit mendidik anak sesuai yang kita inginkan jika tugas merawat kita serahkan ke orang lain. Karena pada saat merawat itulah proses mendidik anak sedang berlangsung. Menerapkan rutinitas saat merawat anak adalah proses mendidik. Rutinitas yang telah kita terapkan adalah dasar kedisiplinan bagi anak. Semua dasar yang sudah kita terapkan itu belum tentu bisa dilaksanakan oleh orang lain, apalagi jika diluar pantauan kita (tentu nggak semua orang setuju dengan pendapat itu).


Tentu, hanya karena kehendakNya lah FunkyMami bisa memiliki pilihan untuk tidak menyerahkan perawatan anak dengan seorang pembantu atau baby sitter. Dengan kata lain, atas kehendak-Nya lah keluarga FunkyMami harus hidup berpindah-pindah sehingga FunkyMami tidak bisa bekerja selama 12 tahun terakhir and memiliki waktu yang banyak untuk merawat dan mendidik anak. Dan FunkyMami sangat menyukuri kemewahan ini. Kemewahan apalagi yang diharapkan oleh seorang ibu selain selalu bisa mendampingi anak-anaknya? Karena kesibukan sehari-hari yang sangat terkait dengan kesejahteraan anak-anaknya itulah maka FunkyMami tahu betul apa yang ‘kurang’ dan apa yang ‘lebih’ dari anak-anaknya. Dan FunkyMami tahu taraf kelalaian dan keteledoran si S sudah melebihi rata-rata. Pernah seorang teman menyarankan untuk pergi ke dokter spesialis. FunkyMami tidak melakukannya karena dia masih percaya masalah si S bukanlah suatu penyakit. Apalagi di sekolah si S bukan termasuk anak yang bodoh. Nilai-nilai rapornya lebih dari cukup dan menurut gurunya dia tidak punya masalah dengan konsentrasi. Jadi kesimpulan FunkyMami: mencari metode yang lebih tepat.

Sebagai orang tua yang baik, kita tidak seharunya membanding-bandingkan anak, meski antara saudara sendiri, karena tiap anak memiliki kemampuan yang berbeda dalam berkonsentrasi. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa normal perbedaan itu? Seperti misalnya, si Adik yang lebih muda 5 tahun adalah anak yang sangat fokus. Hanya perlu dua atau tiga kali untuk menerapkan aturan baru, maka si Adik akan mengingatnya. Tidak hanya ingat untuk melakukannya, tapi juga ingat mengapa dia harus melakukannya. Misalnya, jika FunkyMami asal menaruh Lego di box yang salah, si Adik akan bilang, “Kalau naruh ditempat yang salah nanti susah mencarinya lagi.” Kata-kata tersebut adalah kata-kata yang sudah ditanamkan FunkyMami saat pertama kali mengajari si Adik untuk memilah-milah barang di tempat yang benar. Di usia 2 tahun, sepulang dari Playgroup si Adik sudah tahu di mana letak sepatu. Setelah lepas sepatu dia akan pergi ke kamar mandi untuk cuci tangan lalu duduk di meja makan, menunggu makan siangnya disajikan. Dan itu berlangsung sampai saat ini. Sementara si S hampir tiap pagi lupa menyisir rambut sebelum berangkat sekolah. Jangankan memasang bandana atau pita seperti anak-anak lain seusianya, kertas HVS dengan tulisan JANGAN LUPA MENYISIR RAMBUT dengan font ukuran 100 yang tertempel di kaca wastafel (sisir rambutnya ada di kamar mandi) lewat dari pandangan matanya. Dalam 8 bulan terakhir, topi sekolahnya hilang 5 kali, kaca mata renang hilang 3 kali dan celana olah raga hilang 2 kali. Berkali-kali dia pergi sekolah dengan kaos kaki terbalik (alasannya, nggak sadar soalnya warnanya putih). Dan tak terhitung hal-hal sepele lainnya yang seharunya sudah mengelupas di kepala.

Berbagai metode sudah dicoba FunkyMami. Masa-masa mengomel dan membentak sudah berlalu. Waktu telah mendidik FunkyMami bahwa marah tidak akan membawa hasil. Yang ada hanya linangan air mata si S dan penyesalan si FunkyMami. Saat ini si S berlatih Taekwono yang kata para ahli bisa melatih konsentrasi seperti halnya olah raga bela diri lainnya. Hasilnya? Sama. Agar bisa lebih fun, FunkyMami juga mencoba menulis catatan di kertas kecil lalu dilipat dan dimasukkan ke saku si S Isinya biasanya: HAYO, LUPA MATIKAN KRAN. Cara yang menyenangkan, tidak ada air mata dan tidak patah hati. Tetap sama. Metode kertas tempel di pintu lemari, pintu kamar tidur, pintu kamar mandi, kaca toilet, dan pintu kulkas juga gagal. Bahkan seminggu lalu FunkyMami belanja berdua sama si S di IKEA, beli box-box warna-warni. Sampai dirumah ditempel dengan lebel yang lucu-lucu. Tujuannya agar dia lebih terinspirasi untuk meletakkan barang-barangnya di tempat yang benar. Sebuah kegiatan ‘mom and daughter’ yang mengasyikkan. Hari pertama dan ke dua berhasil. Berikutnya? Kembali seperti awal. Yang menyedihkan, dengan tugas dan kewajiban yang sama, adiknya, si Adik lebih bisa diandalkan dibanding si S. Hampir tiap pagi si adik menggerutu melihat wastafel yang kotor oleh bercak-bercak sisa makanan yang mengering, hasil dari gosok gigi yang tidak disiram. Kenapa begitu? Karena dua-duanya telah diajari agar membilas wastafel setelah gosok gigi. Dua-duanya diajari untuk melakukan hal tersebut saat awal-awalnya belajar gosok gigi. Bedanya, 4 tahun kemudian si adik masih ingat terus, sementara 9 tahun kemudian si kakak harus terus diingatkan.

Sangat sulit untuk mengekspresikan rasa kasih sayang ke anak seperti mengelus, merangkul bahkan memuji saat hati kita digerogoti perasaan jengkel. Lebih-lebih saat kita menahan diri agar tidak meledak. Saat kita merasa bangga sesaat, senyum kita mudah sekali dirusak oleh hal-hal sepele. Oke, mungkin orang akan bilang, “Ya, masalah sepele aja dipikirin, salah sendiri!”. Bukan soal ‘sepele’ nya yang menjadi masalah, tapi kaset yang diputar puluhan kali itulah yang menjadi masalah. Bisa dimaklumi kalau misalnya kita memberi anak tanggung jawab yang besar dan dia gagal melakukannya. Tapi mematikan lampu? Menutup pintu? Bisa saja kita beranjak dan melakukan sendiri hal-hal tersebut, tapi ada hal yang jauh lebih prinsip dari sekedar 'membantu mematikan lampu', yaitu kebiasaan untuk bertanggung jawab. Memang saat ini dia belum mengenal konsekwensi bayar listrik mahal, tapi membiasakan diri untuk melakukan hal yang berguna akan membantunya dalam menempuh hidupnya kelak. Atau yang lebih ruwet lagi, waspada akan global warming misalnya? Tuh, tuh… penting juga kan? Ingat kata si Iwan Fals lagi, 'Lestarikan alam hanya celoteh belaka'. Apapun itu, meski alasannya terkesan ‘over the top’, kebiasaan adalah akar kedisiplinan. 

Karena hal-hal itu lah, malam sebelum tidur FunkyMami sering merasa menyesal karena kejengkelan terhadap kelalaian si S telah membuatnya lupa untuk mengelus, mendekap dan memuji si S. Begitu terkurasnya perhatian FunkyMami atas sifat pelupa si S sampai-sampai FunkyMami mengenyampingkan sifat-sifat positifnya, lupa bahwa bisa jadi si S lah yang lebih membutuhkan banyak perhatian dan tuntunan dibanding adiknya. Mungkin benar, FunkyMami terlalu perfeksionis, terlalu penuntut, terlalu berharap banyak dari seorang anak berusia 10 tahun. Mungkin FunkyMami kurang dalam mencari informasi yang tepat tentang masalah ini. Banyak sekali kemungkinan-kemungkinan itu dan FunkyMami tidak tahu metode apalagi yang bisa digunakan agar si S tidak lupa memasukkan PRnya ke tas, agar dia tidak dimarahi gurunya karena lupa membawa kotak pinsilnya, agar dia tidak ditertawain temannya karena kaos kakinya panjang sebelah. FunkyMami ingin mempercayainya lebih dalam dengan memberi tanggung jawab untuk mengunci pintu saat keluar rumah, mematikan oven kalau sudah bunyi ‘pip’, atau memberinya HP bekas agar bisa dihubungi kalau telat pulang sekolah. Si S belum bisa diberi kepercayaan itu karena setelah berkali-kali dicoba dia gagal melakukannya. Dan buku inilah, The Book of Good, adalah metode terakhir yang bisa ditemukan FunkyMami saat ini. Mungkin berhasil mungkin tidak. FunkyMami hanya ingin agar si S menulis hal-hal baik tentang dirinya yang membuat dirinya atau orang lain bangga atas dirinya. FunkyMami ingin agar seisi rumah menulis segala keistimewaan si S agar dia tahu bahwa seisi rumah menyadari keistimewaanya. Dengan begitu mudah-mudahan dia lebih terinspirasi, lebih fokus dalam melakukan hal-hal baik lainnya. Mudah-mudahan dia tahu bahwa hal-hal sepele yang sering dia lupakan ternyata bisa membuat orang lain bangga atas dirinya saat dia mengingatnya.

Kemarin, sebelum tidur S membaca catatan hari itu. Kemudian dia beranjak dan datang memelukku FunkyMami. Dia bilang: “Mama, hari ini banyak hal yang tidak aku lupakan.” Di buku itu tertulis:

MINGGU, 13 JANUARI 2013

  • S menyisir rambutnya tanpa kusuruh. Dia tampak rapi dan cantik sebelum berangkat sekolah. Kaos kakinya juga tidak terbalik. Wah, berarti hari ini dia aman dari ledekan teman-temannya. Mudah-mudahan nanti dia juga tidak lupa mandi .
  • Hebat, hari ini dia tidak menimbun seragamnya yang masih bersih di kursi, tapi menggantung agar besok bisa dipakai lagi. 


9/09/2012

Teori Urutan Kelahiran

Anak sulung yang pemimpin, anak tengah yang suka berontak atau anak bungsu yang manja? Sebuah klise tentang karakter anak berdasarkan urutan kelahiran yang sudah sering kita dengar atau baca. DAN, percaya atau tidak, kita pun sudah sering membuktikannya. Oke, kalaulah teori itu benar, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya agar kita bisa membantu anak dalam mengembangkan potensi yang dia miliki?


Tiap orang tua ingin memahami jiwa anak lebih dalam dan berharap agar anak merasa nyaman dengan perasaan, pikiran dan tingkah lakunya. Mungkin inilah alasan mengapa banyak orang tua sangat tertarik dengan teori urutan kelahiran atau yang biasa disebut Birth Order Theory - sebuah teori yang menawarkan cara mudah dan sederhana untuk memahami kepribadian dan perilaku anak berdasarkan posisi dalam urutan kelahiran. Seberapa jauh sih teori ini bisa membantu kita? Apakah teori ini memberi keterangan akurat tentang mengapa anak kita seperti dia adanya? Yang lebih menarik lagi, apakah teori ini bisa membantu kita untuk memberi gambaran menjadi seperti apakah anak kita setelah dewasa?

Tidak bisa dipungkiri, kita sering merasakan kebenaran teori ini dengan melihat contoh-contoh karakter yang ada di sekitar kita. Memang, stereotip yang ada tidak selalu akurat. Kenapa? Karena teori ini hanyalah salah satu potongan puzzle yang membentuk gambar unik kepribadian anak secarah utuh. Sementara potongan-potongan puzzle lainnya juga dibutuhkan dalam menyusun gambar utuh, yaitu mulai dari cara orang tua mendidik, stabilitas dalam lingkungan keluarga sampai kejadian - kejadian yang bisa membuat anak trauma. Akurat atau tidak, yang jelas teori ini menandai titik awal bagi orang tua untuk memahami karakter anak yang kompleks dan juga memberi gambaran akan potensi kekuatan dan kelemahannya. Dengan teori ini orang tua bisa memiliki semacam buku pedoman tentang langkah apa yang harus diambil dalam membantu proses pembentukan kepribadian anak. Dengan kata lain, teori ini bisa membantu perjalanan anak menuju jenjang kedewasan untuk menjadi yang terbaik. Sesuatu yang kita inginkan bukan?

Nah, mari kita simak. Siap-siap senyum-senyum sendiri atau mengangguk-angguk ya?

ANAK PERTAMA


Sering digambarkan sebagai karakter yang mendominasi, teratur, perfeksionis dan bertanggung jawab. Banyak orang bilang anak pertama terlahir untuk menjadi pemimpin. Kok bisa begitu sih?

Lingkungan keluarga

Kelahiran anak petama adalah pengalaman yang mengharukan dan perasaan menjadi orang tua sangatlah kuat karena prosesnya masih baru. Biasalah, namanya juga masih anget, antusias total ceritanya. Buku parenting berjejer dan saran dari seluruh RT diserap. Tiap anak gerak langsung difoto, anak bersendawa ditulis di diary. Kalau foto album anak pertama bertumpuk, foto-foto anak berikutnya mengalami nasib ‘Aduh, lupa nyetak!’. Karena pengalaman baru inilah, anak pertama mendapatkan limpahan perhatian dan kasih sayang yang lebih. Dia mendapat banyak kesempatan untuk mendengarkan bahasa dari orang tua dan mengamati interaksi sosial orang-orang dewasa di sekitarnya. Akan tetapi, pengalaman baru ini menjadikan orang tua jadi terlalu berhati-hati - anak ditahan tengkurep karena belum waktunya, megangnya ati-ati takut patah, kemana-mana pake kaos kaki dan topi meski hawa panas… eit, jangan sampe lupa minyak telon ya! Sebagai akibatnya anak bisa menangkap atmosfir yang tercipta dari rasa kekhawatiran ini. Di samping itu anak pertama hanya memiliki orang-orang dewasa di sekitarnya, sehingga dia hanya bisa membandingkan kemampuan diri dengan orang-orang dewasa, yang sering membuatnya merasa ‘kurang mampu’.

Karakter khas

Anak pertama menikmati perhatian spesial dari orang tua hanya untuk sementara dan kemudian tiba saatnya dia harus berbagi. Sebuah perasaan kehilangan yang besar. Sebagai akibatnya, anak pertama punya keinginan kuat untuk mendapat pengakuan dari orang lain (terutama mereka yang memiliki kewenangan) sebagai orang yang juga memiliki kemampuan, sebagai figur yang memiliki wewenang seperti figur orang tua. Maka diapun mulai bermain-main dengan ‘wewenang’ mulai dini. Di sekolah biasanya dia menjadi anak yang pintar, mentaati peraturan dan ada kecenderungan menghormati nilai-nilai tradisi. Sebuah karakter yang dicintai para guru dan sesepuh. Sifat-sifat inilah yang menjadikannya sebagai figur pemimpin, seperti ketua kelas misalnya. Anak pertama tidak hanya mengagumi kekuasaan, tapi juga mendambakannya. Jadi bukan kebetulan jika banyak pemimpin negara yang terlahir sebagai anak pertama. *Yang jadi anak pertama, sudah, jangan banyak-banyak nyengirnya…:)*

Mengembangkan yang terbaik

Sangat penting bagi orang tua untuk mendorong anak pertama agar dia melakukan sesuatu karena alasan dia menyukainya, bukan karena dia ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain. Juga, karena anak pertama cenderung ingin menunjukkan kemampuannya, maka secara nggak sadar dia pun menjadi terlalu kritis terhadap diri sendiri. Tugas orang tua adalah mengajarinya bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang memalukan, melainkan sesuatu yang bisa dipelajari. Hal ini bisa membantu melonggarkan kecenderungan anak untuk menjadi orang yang sangat perfeksionis.

ANAK KEDUA/TENGAH


Oh, si bandel yang keluar rel, yang nggak mempan tutur kata… Anak tengah sebagai kambing hitam, betapa seringnya kita dengar. Sebuah prejudis yang tidak fair memang. Tapi benarkah? *Hem, jadi ingat keponakan FunkyMami dulu, bandelnya minta ampun tapi menyenangkan*.

Lingkungan keluarga

Salah satu keuntungan bagi anak kedua/tengah adalah orang tua sudah memiliki pengalaman saat dia lahir, sehingga mereka lebih rileks dan percaya diri tentang apa yang mereka lakukan. Maka tidak heran kalau orang tua memperlakukan anak kedua/tengah lebih tenang dan realistis. Hal ini membuat anak kedua/tengah juga lebih rileks dan tidak terlalu khawatir seperti anak pertama. Akan tetapi perhatian orang tua sudah terbagi, sehingga anak kedua/tengah harus bekerja keras agar diperhatikan. Sering mereka sangat inovatif dalam menciptakan cara untuk menarik perhatian orang tua. Apalagi jika si kakak adalah bunga harum di sekolah dan di rumah. Sebuah ‘lawan’ yang susah ditandingi. *Tapi asli, FunkyMami lebih nge-fans sama Pangeran Henry yang bandel dan kocak,  ketimbang Pangeran William yang elegan dan berwibawa .*

Karakter khas

Anak kedua/tengah sudah beradaptasi dengan lingkungan semenjak kecil dan berpengalaman dalam hal diplomasi dan bekerja sama. Sehingga anak kedua/tengah lebih mudah berinteraksi dengan banyak orang dan bisa menempatkan diri dengan mudah dalam sebuah kelompok. Kemampuan anak kedua/tengah dalam bersosialisasi cenderung membuatnya sebagai orang ramah, mudah bergaul, dan memiliki banyak teman. Dia digambarkan sebagai orang yang mudah merasa iba, murah hati dan gampang menolong. Biasanya mereka lebih menfokuskan diri dengan orang-orang seusianya. Hal ini bagus jika teman-temannya adalah anak-anak yang baik, tapi tidak terlalu bagus jika teman-temannya tergolong anak-anak yang kurang baik. Anak kedua/tengah memiliki kecenderungan tumbuh sebagai karakter pragmatis, yaitu karakter yang berpandangan praktis, termasuk cara dia menilai kemampuan sendiri dan menentukan harapan yang realistis (bisa dijangkau). Biasanya anak kedua/tengah lebih memfokuskan energinya dalam bidang yang tidak begitu dikuasai oleh si kakak.

Mengembangkan yang terbaik

Anak kedua/tengah menikmati dinamika kehidupan berkelompok dan bisa mengembangkan diri dengan baik dalam lingkungan sosial. Hal ini bisa dijadikan pegangan bagi orang tua dalam memilih playgroup, sekolah dan kegiatan di luar rumah/sekolah. Karena anak kedua/tengah cenderung kehilangan arah, jangan takut untuk mendorongnya ke arah yang sangat dia nikmati. Tapi ada yang harus diingat, karena karakter anak kedua/tengah yang easy going maka dia mudah menerima dan menampung. Karena hal inilah maka, selain orang lain gampang mengambil keuntungan darinya, orang tua juga sering tidak bisa melihat apa yang sebenarnya dia perlukan.


ANAK TERAKHIR


Urutan kelahiran yang banyak diiri karena anak terakhir seolah mendapat hak istimewa sebagai ‘si adik kecil yang boleh lolos dari kesalahan’. Disamping itu banyak orang cenderung tidak begitu menghiraukan ‘ketidakmampuannya’. Jarang anak terakhir mendengar: “Jadilah dewasa dan kerjakan sendiri”, meski kakak-kakaknya dulu sudah mampu melakukan hal yang sama di usia yang sama.

Lingkungan keluarga

Kebanyakan keluarga ‘modern’ (baca keluarga saat ini) sudah mengetahui apakah si anak bakal menjadi anak terakhir atau bukan. Mengetahui bahwa sang anak bakal menjadi anak terakhir, orang tua sering ingin bernostalgia karena merasa rindu dalam mengasuh dan merawat anak, bahkan ‘menyesal’ karena tidak akan mendapatkan anak lagi. Akibatnya, tanpa sadar, orang tua akan memberi semua sisa perhatian yang lebih pada anak terakhir, bahkan mentolerir sifat ketergantungan dan ketidakdewasaannya - sebuah sikap yang tidak bisa diterima jika dilakukan oleh anak pertama atau kedua/tengah. Orang tua juga jauh lebih berpengalaman dan paham betul tentang hal-hal mana yang benar-benar mengganggu dan hal-hal mana yang sebenarnya bisa dihiraukan. Oleh karena itu, banyak orang tua menjadi tidak terlalu ketat terhadap anak terakhir. 

Karakter khas

Anak terakhir adalah makhluk sosial dan sangat menyukai jadi pusat perhatian. Mereka biasanya tumbuh sebagai karakter yang dicintai teman atau menjadi anak paling lucu di kelas atau jago menghibur orang. Apalagi, dibanding kakak-kakaknya dialah yang harus berjuang paling keras demi mendapatkan perhatian, yang biasanya dia tampilkan dengan beraksi lucu, menggemaskan dan mengagumkan. Karena terbiasa dengan bantuan orang-orang disekitarnya, anak terakhir memiliki kecenderungan untuk tidak teratur dan kehilangan arah. Tapi sebaliknya, usaha kerasnya dalam menarik perhatian itu menjadikannya menjadi karakter yang kreatif dan innovatif. Bahkan tidak jarang dia berani mencari terobosan baru yang jika terlalu ekstrem bisa menjerumuskannya menjadi jiwa pemberontak, atau mengundang resiko-resiko yang tidak perlu.

Mengembangkan yang terbaik

Jangan manjakan anak terakhir terlalu berlebihan *oh, betapa mudahnya bilang begitu. Coba liat betapa lucunya dia!*. Sangat penting baginya untuk belajar melakukan sesuatu dengan tangannya sendiri dan bangga dengan hasilnya, sehingga dia bisa tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri. Pujian dan penghargaan atas usahanya lebih penting daripada mengagumi setiap detil tindakan positifnya, sehingga dia tahu betul bahwa pujian dan penghargaan itu memang benar-benar layak dia dapatkan. Dengan mengajarinya untuk tidak terlalu bergantung dengan orang lain kita tidak hanya mengajarinya menjadi pribadi yang mandiri tapi juga percaya diri.

ANAK TUNGGAL


Jaman dulu sulit diterima akal jika orang tua sengaja ingin memiliki anak tunggal. Jaman sekarang sudah umum jika orang memilih berkarir terlebih dulu dan menikah ‘belakangan’. Akibatnya banyak orang tua yang menikah setelah berkarir memutuskan untuk memiliki satu anak saja karena faktor umur, tenaga dan waktu.

Lingkungan keluarga

Jika orang tua sudah memutus untuk memiliki anak tunggal dan bahagia dengan keputusan tersebut, maka kemungkinan besar kehidupan keluarga akan sehat dan positif, di mana anak tunggal akan berkembang menjadi karakter yang menarik terlepas dari pisisinya dalam urutan kelahiran. Kondisi ini juga berlaku bagi orang tua yang sangat menginginkan anak kedua akan tetapi tidak mendapatkannya dan tetap ikhlas menerima kondisinya. Sebaliknya orang tua yang merasa menyesal bahkan bersalah melihat kondisi anaknya yang semata wayang cenderung memanjakan anak tunggalnya secara berlebihan akibat perasaan tersebut.

Mengembangkan yang terbaik

Kebanyakan orang tua paham betul akan kebutuhan sang anak tunggal untuk bergaul dengan anak-anak lain seusianya dan belajar berinteraksi dalam kehidupan sosial. Akan tetapi disamping elemen sosial tersebut, anak tunggal juga harus mengalami dan merasakan ketidakteraturan dan kekacauan saat bermain dalam kelompok. Dia juga harus menyadari bahwa tidak masalah jika kadang-kadang sesuatu bisa keluar dari jalur, karena memang seperti itulah kehidupan dalam kebersamaan. Anak tunggal juga perlu untuk belajar rileks dan membiarkan hal-hal sedikit tidak teratur. Hal ini akan membantu membelokkan kecenderungannya untuk menjadi karakter yang perfeksionis.

Sumber: Birth Order by Linda Blair

9/07/2012

Pie daging asap dan buah aprikot


Buat ibu-ibu yang sudah kehabisan ide untuk variasi isi lunch box anak-anak buat sekolah, ini lho ada resep baru yang bisa dicoba. Pie ini rasanya gurih dan agak manis karena perpaduan daging asap dan buah aprikot. Selain cocok untuk menu makan siang di sekolah juga bisa dipakai untuk makanan piknik, karena pie ini bisa dimakan hangat maupun dingin. Untuk lunch box, pie ini sangat pas jika dipak dengan salat campur.

Alat yang diperlukan: loyang muffin atau cetakan muffin, gunting makanan, mangkok besar
Waktu yang diperlukan: +/- 30 menit


BAHAN:

  • 200 g daging asap kalkun (bisa diganti ayam atau daging asap lainnya), potong dadu
  • 1 wortel agak besar, cincang
  • 1 bawang bombay kecil, cincang halus
  • 6 biji buah aprikot siap makan (bisa diganti aprikot kering, tapi rendam dulu dalam air), cincang
  • 2 telur, kocok lepas
  • 100 ml krem
  • 50 g keju parut
  • Kulit pie siap pakai
  • 1/2 sdt bubuk paprika
  • 1/4 sdt pala
  • 1/2 sdm margarin/mentega
  • Garam dan merica secukupnya

CARA:

  1. Panaskan oven 180 - 200 derajad selsius.
  2. Lelehkan margarin/mentega dan tumis bawang bombay sampai harum. Masukkan wortel dan masak sampai layu (bila perlu tambah air sedikit). Masukkan daging asap dan aduk-aduk. Beri merica dan garam. Sisihkan.
  3. Potong kulit pie menjadi 12 bagian dengan ukuran kurang lebih 10x10 cm atau cukup buat menutup lubang muffin.
  4. Olesi cetakan muffin dengan mentega dan lapisi tiap lubang dengan kulit pie.
  5. Campur bahan tumis, apriko, keju, krem dan telur dalam mangkuk. Beri bubuk paprika dan pala lalu aduk rata. Cicipi dengan garam dan merica.
  6. Bagi isi adonan ke dalam tiap lubang muffin (jangan terlalu penuh biar nggak tumpah waktu dipanggang).
  7. Gunting kelebihan kulit pie di sekitar cetakan muffin.
  8. Panggang pie selama kurang lebih 25 menit atau sampai kecoklatan.
Nah, gimana? Oke kan? Kalau ada yang bikin variasi, share dong... Makasih!