Lama sekali FunkyMami tidak mengunjungi blog ini. Tiap kali melintas depan komputer, selalu ada perasaan bersalah. Ide untuk menulis sebenarnya banyak sekali, tapi persediaan waktu untuk menulis sangat terbatas. Kondisi tempat tinggal FunkyMami yang berpindah-pindah selalu membuat kehidupan sehari-hari amat sibuk - tetannga baru, teman baru, kegiatan baru, tempat-tempat menarik baru. Tiap tempat baru selalu menyediakan pengalaman baru. Dan FunkyMami merasa, tiap-tiap pengalaman baru itu sangatlah berharga dan layak didokumentasikan agar suatu saat bisa menjadi media untuk mengenang pengalaman-pengalaman berharga itu. Alhasil, FunkyMami selalu sibuk mendokumentasikan cerita perjalanan, acara, kejadian unik, dan hal-hal kecil kecil lainya yang tidak akan terulang lagi saat FunkyMami pindah ke tempat lain. Dan kegiatan mendokumentasi ini (baik berupa foto maupun tulisan) sangatlah ‘time consuming’ alias memakan waktu banyak.
Tapi, hari ini FunkyMami memaksakan diri untuk menulis meski jadwal sudah padat. Bukan tulisan berat kok, sekedar pengalaman manis tetang kemarin. Kemarin adalah Hari Ibu (internasional). FunkyMami lupa sama sekali, karena di negara tempat tinggal FunkyMami sekarang Hari Ibu jatuhnya sekitar sebulan lalu. Tiap Hari Ibu, si S dan R (anak-anak FunkyMami) selalu memberi hadiah kecil, biasanya dalam bentuk kartu, surat, atau kerajinan tangan. Kemarin saat S pulang sekolah dia menyerahkan sebuah surat berjudul “HAPPY MOTHER’S DAY”. Setelah berpelukan dan berciuman, FunkyMami membaca surat yang di hias warna-warni dengan gambar hati, matahari bersinar, pelangi, air mancur dan tanaman rambat. Isinya adalah sebuah daftar atau lebih tepat data-data tentang Funkymami. Begini isinya:
SELAMAT HARI IBU
- Ibuku bekerja keras dalam hal: membuat kami semua selamat, menyetrika, mengingatkan aku dan adikku untuk tidak lupa tugas sehari-hari.
- Barang/hal favorite ibuku adalah: kamera-kameranya, komputernya, buku diary-nya.
- Dia suka memasak: Spaghetti Aglio Olio, tapi kalau malas dia suka memasak Indomie.
- Dia suka memakan: coklat ‘Ritter Sport’ (meski setelah makan dia selalu mengeluh takut kegemukan).
- Harapan terbesar ibuku adalah: seluruh keluarga selalu sehat.
- Jika ibuku bisa tinggal di mana saja di seluruh dunia, maka dia akan tinggal di: Bali.
- Jika ibuku bisa mengunjungi tempat mana saja di seluru dunia, maka dia akan mengunjungi: Mesir.
- Jika ibuku memiliki sejuta dollar, maka dia akan membeli: aku yakin pasti kamera dan tas.
- Ibuku suka jika: mendapat kejutan, aku dan adikku tertawa-tawa alias tidak bertengkar, mendengarkan perkataannya, dan bermain di luar (tidak ‘bermain’ dengan TV).
- Warna favorit ibuku adalah: coklat, hitam, putih dan hijau.
- Jika ibuku sudah selesai bekerja, dia suka melakukan: olah raga, menulis diary, menulis di komputer, membuat scrapbook.
- Aku membuat ibuku bahagia jika aku: membawa nilai baik hasil ulangan, tidak lupa mematikan lampu, menyisir rambut.
- Ibuku adalah: yang terbaik, tidak ada duanya, ramah, lucu, dan penuh kejutan.
Ditulis oleh: “S” 12 Mei 2013
Tulisan yang sangat sederhana dan polos, tapi mengandung kenyataan tentang apa yang diperhatikan anak sehari-hari tentang ibunya. Ooh, FunkyMami yakin S pasti juga punya sederet ‘kenyataan-kenyataan’ yang tidak dia sukai tentang ibunya. Tapi berhubung ini Hari Ibu, maka FunkyMami yakin dia hanya ingin menulis yang terbaik. Nggak masalah, karena intinya adalah ternyata tidak hanya kita, orang tua, yang fokus ke anak. Tapi anak juga juga fokus ke kita. Umapama sebuah perusahaan, ternyata nggak cuman auditor aja yang mengaudit karyawan tapi karyawan juga mengaudit para autior. Oke, mungkin hal ini naggak terjadi di perusahaan, tapi pernakah kita bertanya: ‘Kalau kita berhak mengaudit anak, trus yang mengaudit kita siapa?’ Benar nggak nya kita, siapa coba yang boleh mengaudit selain suami/istri? Lha, kalau bapak & ibu sudah gabung dalam satu team, belum tentu kan hasil auditnya obyektif? Sementara kalau yang mengaudit si anak, besar kemungkinan hasilnya adalah jujur. Pertanyaannya, boleh nggak anak menjadi auditor kita? Pentingkah bagi kita hasil penilaian anak tentang diri kita? Kalau saja, penilaian itu ternyata tidak begitu menyenangkan bagi kita, bisa kah kita menerimanya atau setidaknya peduli? Atau pertanyaan yang lebih mendasar lagi: Berhakkah mereka menilai orang tua?
Jangan khawatir, itu semua sekedar pertanyaan retorikal. Jawabnya tentu saja individual dan bukan tema tulisan ini. Yang ingin FunkyMami garis bawahi adalah suka atau tidak, anak mempunyai penilaian tersendiri tentang orang tua. Makhluk-makhluk kecil itu yang setiap hari sibuk bikin PR, mewarnai, menggunting, lompat-lompat dan bermain petak umpat, ternyata secara diam-diam ‘mendokumentasikan’ tiap gerak-gerik dan perkataan orang tua dalam otak mereka. Tulisan si ’S’ (meski mungkin hanya diambil yang terbaik) adalah sebuah ‘feed back’, hasil sebuah atau beberapa pengamatan yang dilakukan secara diam-diam bahkan mungkin di luar sadar. Secara pribadi FunkyMami menyukai ‘feed back’, meski jika harus menelan pahit feed back negatif. Karena FunkyMami percaya, feed back anak adalah sarana yang tepat untuk berkaca demi mencari kekurangan diri sendiri. Karena kenyataanya nggak cuman anak yang harus belajar dari orang tua, tapi kadang orang tua pun harus belajar dari anak. FunkyMami senang karena kado Hari Ibu dari S tahun ini berupa 'laporan audit'. Lega rasanya, ternyata isi laporan cukup positif, meski pada bagian ‘Indomie’ lumayan bikin drop juga.
No comments:
Post a Comment