6/02/2010

Perselingkuhan ibu baru




Dulu, waktu masih bujang, FunkyMami pernah terlibat pembicaraan serius dengan beberapa teman tentang perselingkuhan – mengapa orang berselingkuh. Maklum, waktu itu berpacaran dobel pas lagi ngetrend (sekarang dah nggak lagi :)). Salah satu teman mengatakan, hal yang paling menarik dari perselingkuhan bukanlah penampilan fisik si selingkuh, materi ataupun hubungan itu sendiri, melainkan ‘essensi’nya. Asli, sampai sekarang FunkyMami nggak paham apa maksudnya. *Dasar nggak cerdas!*


Baru-baru ini FunkyMami membaca artikel tentang banyaknya ibu baru yang berselingkuh. ‘Ibu baru’ di sini maksudnya wanita yang baru melahirkan. Entah karena kecerdasan FunkyMami mulai meningkat, atau karena judul artikelnya sudah jelas, FunkyMami langsung ngakak begitu membaca judulnya. Kebayang oleh FunkyMami, ibu – ibu yang sebelum hamil tampak langsing dan setia sama suami, tahu-tahu setelah melahirkan bukan hanya ukuran bajunya yang dobel tapi juga libidonya. Sambil menggendong bayinya mereka kedap-kedip begitu ada cowok lewat. Oh, alangkah absurdnya…Tapi begitu membaca isi artikel, FunkyMami langsung merasa menyesal telah memberi persepsi salah terhadap ibu – ibu dalam golongan ini. Karena fenomena ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk FunkyMami sendiri kalau tidak berhati – hati!

Menurut artikel tersebut, survey terbaru menunjukkan: 40% respondent (semuanya ibu-ibu yang melahirkan sekitar enam bulan yang lalu) mengatakan bahwa kehidupan sex mereka tidak lagi seindah masa – masa sebelum kehamilan. Yang lebih mengejutkan 50% dari semua wanita mengatakan bahwa mereka tidak bahagia sama sekali dengan kehidupan sex mereka. Bahkan bagi kebanyakan ibu, sex sudah termasuk dalam daftar things to do alias ‘kegiatan yang harus dilaksanakan’.

Waduh Pak Joko mulai esmosi. Pak Junet mulai bikin rencana nyewa detektif…

Tenang bapak-bapak, survey tersebut tidak dilakukan di Indonesia, melainkan di negara Inggris, tepatnya dilakukan oleh London hospital bekerja sama dengan koran Newsweek. Oooh…di Inggris toh? Ya jelas nggak mungkin terjadi di Indonesia lah! Selingkuh? Di Indonesia? Semua orang juga tahu, selain dilarang agama, selingkuh adalah pelanggaran kode etik masyarakat. Betul nggak? *Yang merasa silahkan menekan hidung biar nggak memanjang seperti pinokio.*

Tapi terus terang FunkyMami bisa mengerti mengapa perselingkuhan oleh ibu – ibu baru bisa terjadi. Eit, bukan berarti FunkyMami setuju sama perselingkuhan lho! Sekedar informasi, FunkyMami belum pernah berselingkuh dan tidak ada rencana untuk berselingkuh dalam waktu dekat. Mudah-mudahan juga FunkyMami nggak tergoda setan lewat, meski setannya dalam bentuk Christian Bale sekalipun. Jadi buat pembaca yang sudah terlanjur ngantri, sorry to break your heart, babe…

Balik ke topik semula. Lalu bagaimana mugkin hal itu bisa terjadi? Di saat wanita tidak hanya mengalami problem fisik karena energinya sudah terkuras dalam merawat si kecil, tapi juga problem psikis, karena merasa dirinya sudah tidak semenarik dulu lagi?



  • Banyak ibu yang baru melahirkan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Mereka merasa gemuk, seperti gudang susu dan acak-acakan. Mereka merasa perlu diyakinkan bahwa mereka masih seksi dan menarik. Perselingkuhan bisa membangkitkan rasa percaya diri, perasaan dibutuhkan dan dikagumi – bahkan mengingatkan kembali bagaimana rasanya saat masih muda dan menawan.

  • Kondisi postnatal (masa setelah melahirkan) tidak hanya mempengaruhi istri, tapi juga suami. Banyak suami yang merasa tidak siap dengan perubahan identitas istri. Sering mereka sulit menerima kenyataan bahwa istrinya yang dulu muda dan seksi telah menjadi seorang ibu, terutama jika berurusan dalam masalah menyusui bayi. Banyak laki-laki menganggap payudara (ma’af) adalah obyek seksual, dan sulit menerima bahwa ini adalah ‘alat’ untuk memberi makan bayi. Akibatnya banyak suami yang tidak begitu tertarik lagi untuk berhubungan dengan istri.

Yang lebih mengejutkan, berdasarkan survey terbaru, 67% wanita yang kembali bekerja full time maupun part time, memiliki anak berumur kurang dari satu tahun. Menurut mereka, selain membutuhkan pekerjaan tersebut, alasan lain untuk kembali bekerja secepatnya adalah untuk mendapatkan kesempatan agar bisa tampil lebih menarik. Di tempat kerja, mereka bisa berdandan dan berpakain lebih baik, dan berpikir dulu sebelum mengucapkan sesuatu. Wanita jauh lebih atraktif di tempat kerja daripada di rumah. Elana Katz, seorang terapist dan mediator percerain dari Ackerman Institute for the Family di kota New York mengatakan:
Banyak orang menghabiskan waktunya di luar daripada tinggal di rumah bersama keluarga. Mereka mempunyai pemikiran bahwa selingkuh akan melindungi kelangsungan perkawinan. Karena dengan berselingkuh mereka merasa lebih sexual, dan pasangan di rumah pun mendapatkan benefit-nya.

Mungkinkah ibu yang tidak bekerja berselingkuh?


Perselingkuhan tidak hanya bisa terjadi pada ibu yang bekerja. Tapi juga ibu rumah tangga yang sering merasa bosan dan jenuh *FunkyMami langsung tegang*. Meski berdandan dan menyewa baby sitter tidak bisa diusahakan oleh semua ibu, bukan berarti mereka jauh dari perangkap perselingkuhan. Dengan menjamurnya online networking, kesempatan untuk berinteraksi dengan orang baru semakin terbuka, tanpa harus berdandan atau merasa rendah diri karena penampilan yang kurang menarik. Online networking yang sepertinya tidak berbahaya ini juga bisa menjadi titik awal perselingkuhan. Berawal dari berbagi interest, ketertarikan dan kekaguman bisa terpupuk, yang kemudian bisa menjurus ke arah flirting alias saling menggoda. Jika hal ini tidak terkendalikan, maka perselingkuhan pun bisa terjadi.

Kondisi rapuh bisa menyulut perselingkuhan


Yang menjadi pertanyaan: Jika perasaan terabaikan, menjadi gemuk, tidak menarik dan ketidakpuasan terhadap kehidupan sex, adalah alasan – alasan yang bisa digunakan untuk berselingkuh, mengapa tidak semua wanita terperangkap dalam perselingkuhan? Dan mengapa banyak wanita merasa lebih glamour dan seksi bersama orang lain selain dengan pasangan sendiri? Christine Northam, seorang ahli urusan relationship mengatakan:
Menjadi seorang ibu adalah salah satu perubahan yang sangat besar yang di alami para wanita. Perubahan besar dalam hidup bisa membuat orang menjadi rapuh. Maka perselingkuhan lebih mudah terjadi pada ibu-ibu yang sedang merasa rapuh ini.

Tentu saja kondisi hubungan antara suami dan istri sangat menentukan terhindar-tidaknya perselingkuhan. Menurut Dr. Joyce Hamilton Berry, seorang psikolog:
Banyak wanita mudah merasa terabaikan oleh pasangan. Meski hari – hari mereka dipenuhi oleh urusan rumah tangga dan anak, mereka merasa perlu untuk dilihat sebagai wanita yang cantik, menggairahkan dan seksi. Sayangnya, keinginan tersebut lebih sering terpenuhi oleh orang lain daripada pasangan sendiri.

Yang bisa dijadikan sebagai tameng perselingkuhan


Komunikasi yang lacar dengan pasangan sangat membantu terhindarnya perselingkuhan. Pengertian suami atas kondisi istri yang baru melahirkan sangat diharapkan. Hampir semua wanita merasa dirinya lain setelah melahirkan. Jika suami istri mempunyai hubungan yang baik, maka mereka sadar masa transisi ini sifatnya hanyalah sementara. Akan tetapi jika hubungan tidak begitu baik, maka bahaya perselingkuhan bisa mengancam.

Ditambah lagi, saat ini semakin banyak wanita yang panik karena jam biologi-nya mulai berdetak. Mereka terburu buru mencari pasangan karena didorong keinginan kuat untuk mendapatkan anak secepatnya, tanpa mengenal lebih jauh siapa pasangannya tersebut. Begitu melahirkan, dia memliki tugas yang berat, tidak hanya berusaha untuk mengerti dirinya sendiri sebagai ibu, tapi juga dituntut untuk mengerti tentang bayi yang baru lahir, sekaligus harus juga mengerti tentang pasangannya. Hal ini bisa menjadi pemicu rasa kejengkelan, marah, terabaikan, ketidakpuasan terhadap pasangan dan merasa sendiri. Dalam kondisi seperti ini, sebuah alternatif rasanya susah ditolak.

Idealnya, menurut FunkyMami, betapa pun kuatnya rasa kecewa terhadap pasangan atau merasa sendiri dan terabaikan, selingkuh bukanlah sebuah alternatif. Dalam situasi seperti ini, mengingatkan diri untuk berkomunikasi lebih lancar adalah ide terbaik. Tanpa harus menyalahkan, kita bisa mengajak pasangan untuk berbicara dari hati ke hati tentang apa yang kita alami, rasakan dan harapkan. Jika alternatif ini masih belum membantu, masih ada alternatif lainnya – konseling. Yang lebih penting adalah pertanyaan pada diri sendiri:
Sebegitu berhargakah sebuah perselingkuhan sehingga kita harus mencampakkan apa yang sudah kita bina dengan susah paya – cinta, persahabatan dan masa depan?

No comments:

Post a Comment