Bullying… hem, kira-kira apa yang bahasa Indonesianya? Kata bullying memang belum ada dalam terminologi bahasa Indonesia. Perngertian kata bullying mungkin seperti ini:
"Segala bentuk perilaku yang dilakukan untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan terhadap orang lain. (Tolong dibenarkan kalau salah ya…)
Untuk gambaran jelasnya, mari kita flash back ke masa sekolah kita dulu. Bagi yang pernah jadi korban bulli, pasti masih lekat di kepala bagaimana rasanya diolok, diejek, dan dijuluki hanya karena bentuk dan warna fisik. Sasaran empuk lainnya adalah anak-anak apes yang bapaknya bernama Jawa 'retro' non ningrat seperti Paijo, Sukir, Paidi, dan sebagainya. Bahkan pekerjaan orang tua yang dianggap mamalukan pun tega-teganya dijadikan bahan ejekan.
Kenyataanya hampir setiap kelas memiliki satu atau beberapa anak nakal yang suka mengganggu teman. Kejadian-kejadian seperti ini sering luput dari pengamatan guru dan orang tua karena dianggap wajar. "Ah, namanya juga anak-anak". Jadi, kalaupun mereka tahu, tidak banyak penanganan serius terhadap masalah ini. Menghukum anak dengan berdiri di depan kelas tidak menghentikan kegiatan bullying keesokan harinya. Terus begitu, berulang-ulang. Satu-satunya yang tersiksa adalah si korban. Dia merasa tertekan dan sendiri. Sekolah bagi si korban adalah momok yang menakutkan.
Kenapa FunkyMami bisa bilang begitu? Karena FunkyMami dulu adalah salah satu korban bullying - semua hanya karena warna kulit mami yang gelap. Untung waktu itu belum musim whitening cream. Bisa-bisa uang saku bisa dipakai untuk program body bleaching alias pemutihan badan murahan yang berakhir dengan wajah memerah bak udang rebus dengan totol-totol permanen. Saking tertekannya, waktu itu FunkyMami sempat berpikir, oh, betapa bahagianya menjadi anak seperti Ira Maya Sopha. Begitu putih seputih baju Cinderellanya...
Syukurlah, perilaku bullying di sekolah saat ini sudah mendapat perhatian yang lebih serius, baik dari guru maupun orang tua. Hadirnya workshop dan informasi online bagi guru dan orang tua tentang bullying dan juga diterapkannya kebijakan anti-bullying di beberapa sekolah adalah merupakan ‘wind of change’, meski beberapa insiden bullying masih terjadi di beberapa sekolah. Tapi setidakanya, saat ini, baik anak maupun orang tua mempunyai strategi yang cukup dalam menghadapi perilaku bullying di sekolah. Hal ini tentu saja membuat para orang tua bisa bernapas lebih lega saat melepas anak ke sekolah untuk pertama kalinya.
Mau nggak mau harus kita akui, di luar sana kadang seperti hutan rimba. Siapa yang kuat maka dia yang berkuasa. Kita sudah terlanjur percaya bahwa ketika anak masih balita, ketika dia masih berada dalam ayoman ibu bapak, maka mereka telah belajar banyak tentang konflik dalam rumah dan tahu bagaimana cara mengatasinya. Maka saat anak kita lepas untuk pertama kalinya dengan seragam sekolahnya, kita percaya bahwa dia sudah memiliki cukup bekal untuk bertahan di dunia barunya – dunia sekolah.
Oh, ternyata alangkah berbedanya dunia anak di luar sana. Anak kita yang sudah bersusah payah belajar disiplin, terbiasa dengan ajaran untuk bertutur dan berperilaku sopan terhadap orang lain, kadang harus meghadapi perilaku yang sangat bertentangan di sekolah. Seolah dia dilepas dari sebuah sangkar yang nyaman dan masuk ke dalam ring pertandinga; dan jika dia beruntung maka dia tidak harus berhadapan dengan harimau pembuli.
Oke, mungkin gambaran FunkyMami terlalu berlebihan, tapi intinya tetap sama: sekolah bisa menjadi dunia yang keras bagi anak di mana dia perlu memiliki skill khusus untuk bisa bertahan di dunia tersebut.
Banyak yang berpendapat, perilaku bullying adalah wajar di usia anak-anak, bahkan termasuk dalam proses tumbuh kembang. Bullying bisa memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, dan mungkin bisa membantu anak untuk belajar membela diri dan menyelesaikan perselisihan. Benarkah? Entahlah, FunkyMami bukan ahlinya dalam masalah ini. Sebagai orang tua yang pernah menjadi korban bullying, FunkyMami hanya bisa mengemukakan sebuah logika:
Bagaimana mungkin sebuah perilaku dianggap wajar jika dampaknya adalah membuat orang lain merasa sendiri, terisolir, tidak bahagia, ketakutan, merasa tidak aman dan percaya bahwa ada sesuatu yang salah pada dirinya? Wajarkah sebuah perilaku jika dampaknya adalah membuat hidup orang lain sengsara?
Bullying tidak hanya terbatas mengolok dan mengejek, juga tidak terbatas di kalangan usia sekolah. Kegiatan opspek misalnya, bisa digolongkan bullying. Bahkan guru yang suka menghukum murid secara fisik atau mempermalukan murid di depan anak-anak lain juga termasuk bullying.
Perilaku apa saja yang tergolong bullying?
Bullying secara verbal: menjuluki, memaki, memfitnah, mengejek, menghina, mengucap rasis, dan sebagainya.
Bullying secara fisik: memukul, menjegal, mendorong, menawur, menghukum secara fisik, merusak barang korban dan sebagainya.
Bullying secara mental: mengintimidasi, menakut-nakuti atau meneror, memanipulasi, memaksa korban melakukan perintah pelaku dan sebagainya.
Cyberbullying: menggunakan teknologi seperti networking sites (misal, facebook), email atau handphone untuk membuli orang lain secara verbal, sosial maupun mental.
Siapa pelaku bullying?
Pelaku bullying bisa perorangan atau grup. Mereka bisa seumur korban atau lebih tua, dan bisa saja teman, anggota keluarga atau keluarga jauh. Pembuli juga bisa seseorang yang lebih tua, atau seeorang yang memiliki posisi dan kekuatan yang lebih tinggi, seperti guru, orang tua dan bos. Seringkali pembuli adalah pribadi yang kurang memiliki rasa percaya diri, dan menjadi pembuli adalah caranya untuk merasa lebih berkuasa. Pembuli juga sering dimotivasi oleh perasaan iri dan takut. Ingat, pembuli seringkali tidak sekeras atau sekuat penampilannya.
Mengapa melakukan bullying?
Banyak alasan atau penyebab mengapa seorang anak bisa menjadi pembuli. Di antaranya adalah:
- Sebagai cara untuk menjadi populer, atau membuat diri sendiri tampak kuat dan memiliki kuasa.
- Mencari perhatian.
- Iri terhadap korban.
- Sebagai pelampiasan karena dirinya juga korban bullying di tempat lain, misal, di rumah.
- Terlalu dimanja sehingga terbiasa membuat orang lain menuruti kemauannya.
- Ikut-ikutan teman.
Siapa korban bullying?
Beberapa anak menjadi korban bullying tanpa alasan tertentu, tapi sering kali hanya karena mereka tampak lain – misal, cara berbicara, ukuran badan, warna kulit atau karena namanya yang dianggap aneh. Sering juga karena mereka tampak lemah, tidak memiliki rasa percaya diri, pemalu dan susah bergaul. Karena kondisi yang seperti inilah para pembuli merasa si korban harus dikucilkan karena dia tidak cocok atau tidak masuk dalam grup mereka.
Apakah dampak bulliying?
Bagi korban:
- Sulit untuk tidur atau bahkan kehilangan nafsu makan.
- Sebuah penelitan melaporkan bahwa korban bullying sering menderita sakit kepala, sakit perut dan demam.
- Merasa marah, sedih, lemah dan ketakutan.
- Malas pergi ke sekolah, susah berteman dan takut pergi ke luar rumah.
- Anak kecil korban bullying sering merasa malu telah diserang, dan takut kejadian akan terulang lagi. Mereka akan kehilangan rasa percaya diri, menjadi agresif dan sulit berkonsentrasi di sekolah. Sebagai akibatnya, hasil belajar pun menurun dan membuat posisi mereka semakin tertekan.
- Dalam kasus yang sangat berat (nggak semua), setelah dewasa korban bullying bisa mengalami penurunan rasa percaya diri, depresi, ingin merubah diri atau bahkan menyakit diri sendiri, terlibat alkohol dan obat terlarang, terlibat kekerasan fisik dan kriminalitas, berpikiran negatif atau bahkan percobaan bunuh diri.
Bagi saksi atau pengamat:
- Hasil belajar menurun karena terganggu dan tidak bisa berkonsentrasi.
- Meski menyayangi si korban, dia tidak mau berteman dengannya karena takut menjadi korban berikutnya. Hal ini membuatnya merasa lemah dan bersalah.
- Terlalu takut menceritakan kejadian kepada guru karena takut dicap tukang lapor.
- Kadang malah bergabung dengan grup pembuli, karena selain takut menjadi korban juga merasa tertekan sehingga dia pun melakukannya atas nama pembuli.
Bagi pelaku:
- Besar kemungkinannya bagi pembuli yang akut untuk memiliki masa depan yang suram. Gaya kepemimpinan yang salah bisa menjerumuskannya ke arah kriminalitas. Contoh dampak bullying bagi pembuli:
- Memiliki prestasi akademi rendah.
- Terlibat kebiasaan anti-sosial dan kriminalitas. Penelitian menunjukkan, pembuli usia 8 tahun mempunyai kemungkinan melakukan tindakan kriminal sedikitnya enam kali pada usia 24 tahun.
- Terlibat obat-obatan terlarang.
- Melakukan kekerasan terhadap pasangan atau anak sendiri saat sudah menikah.
- Bagaimana cara mengatasi bullying?
Apa yang harus kita lakukan?
Jika anak kita si korban:
Tidak mudah mengetahui apakah anak kita adalah korban konflik biasa atau konflik bullying. Konflik biasa adalah jika anak mengeluhkan tentang satu atau dua kali kejadian. Sementara konflik bullying terjadi berulang-ulang atau jika anak tampak tidak bahagia dan terganggu kerena sesuatu yang tidak jelas. Kadang anak sangat pandai menyembunyikan perasaan. Tanda-tanda seperti anak tiba-tiba ngompol, lebih sering bertengkar dengan saudara, yang dulunya suka pergi sekolah tiba-tiba jadi malas atau tidak berteman lagi dengan seseorang, bisa dijadikan sebagai petunjuk tentang adanya sesuatu yang tidak beres telah terjadi padanya.
Sebagai langkah awal kita bisa membantu anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Banyak anak menyimpan masalahnya karena takut keterlibatan orang tua dari kedua belah pihak yang bisa memperparah keadaan. Misal, jika anak dicap lemah oleh pembuli, maka dia tidak ingin orang tuanya melaporkan hal ini kepada orang tua si pembuli. Di sekolah bisa jadi dia semakin diteror. Jika pemasalahannya adalah bullying secara verbal, kita bisa memberi anak beberapa setrategi untuk menjadi ‘bully-proof’ atau ‘tahan bullying’, misalnya:
- Yakinkan anak bahwa yang menjadi masalah bukan dia, tapi si pembuli.
- Jika kebetulan anak kita lain dari teman-temannya, buat dia merasa bangga atas perbedan tersebut.
- Jangan hiraukan pembuli, bila perlu suruh berhenti dan menghindar setiap kali bullying mulai.
- Gunakan kata-kata balasan yang tidak memprovokasi, tetapi yang meredakan. Misal, “Kamu nggak apa-apa hari ini?” atau cukup kata “Terima kasih”.
- Jika permasalahannya adalah bullying secara fisik, strategi yang bisa kita berikan misalnya:
- Anjurkan anak untuk melapor ke orang dewasa yang bisa dipercaya, seperti orang tua, guru atau teman orang tua. Tekankan bahwa melapor ke orang dewasa tentang bullying bukan berarti dia ‘tukang lapor’, karena hal ini sangat penting dan hanya orang dewasalah yang bisa menghentikan bullying.
- Anjurkan untuk sering bermain dengan beberapa teman. Pembuli jarang mengambil korban yang sering bergabung dengan teman-temannya.
- Meskipun anak merasa sudah menyelesaikan masalahnya sendiri, tetap anjurkan untuk menceritakan kepada orang tua, guru, kepala sekolah, seseorang dari keluarga atau teman orang tua, karena siapa tahu kejadian ini akan terulang lagi. Jika sulit menceritakan, bisa ditulis dan diberikan kepada orang dewasa.
Jika anak kita si pembuli:
Pasti sangat menyedihkan melihat anak yang kita didik dengan baik ternyata mampu membuat hidup orang lain sengsara. Tapi tidak ada kata terlambat untuk menolongnya. Menghukum secara langsung tidak akan menyelesaikan masalah. Berbicara dari hati ke hati dan bersama anak mencari penyebab perilaku jeleknya adalah langkah yang lebih tepat.
- Sebagai langkah awal kita bisa memantau bagaimana perilaku teman-teman akrabnya. Apakah anak kita ‘mendapat pesan’ bahwa kekerasan adalah cara untuk menyelesaikan masalah? Jika Anda pikir seseorang telah memberi contoh yang jelek, minta si pemberi contoh untuk merubah kelakuannya di depan anak kita.
- Minta anak untuk mengungkapkan bagaimana perasaannya saat dia membuli temannya. Jika anak sekedar merasa senang karena telah menyakiti orang lain, anjurkan anak mencari cara alternatif untuk membuat dirinya merasa senang.
- Jauhkan anak dari akses TV atau game komputer yang banyak menunjukkan kekerasan.
- Suruh anak membayangkan bagaimana perasaannya jika dia lah yang menjadi korban, bagaimana rasanya menjadi anak yang ketakutan.
- Ajak anak untuk membicarakan sifat teman-temannya di sekolah. Minta dia menerangkan sifat si korban dan memberi alasan kenapa dia percaya si korban layak mendapatkan perlakukan jelek. Setelah itu suruh dia membayangkan jika dia berada di posisi yang sama dengan si korban.
- Pembuli yang sudah sadar bisa berubah menjadi pembela yang baik. Beri contoh kehebatan pahlawan komik yang selalu membela yang lemah.
- Sport adalah cara terbaik untuk melepaskan energi dan memberi anak alasan yang kuat untuk dikagumi teman-temannya.
- Bekerja sama dengan guru untuk memantau perkembangan anak. Jika kelakuan anak mulai membaik, maka pujian guru akan sangat membantu anak untuk berbuat lebih baik lagi.
Jika anak kita si pengamat:
- Pengamat bullying bisa menjadi kunci utama untuk merubah perilaku jelek pembuli. Pembuli selalu memerlukan pengakuan dari teman-temannya. Mengajari anak untuk tidak memberi pembuli perhatian atau mengagumi perilakunya bisa menjadi strategi yang efektif untuk menghentikan kelakuannya.
- Anjurkan anak untuk mencoba menghentikan, karena jika tidak, maka artinya dia menyetujui perilaku pembuli.
- Anjurkan anak untuk memasukkan si korban dalam grup teman-temannya. Jika pengamat bulliying berteman dengan si korban dan mengisolasikan si pembuli, maka kegiatan bullying bisa menurun.
- Tekankan bahwa kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita berharap orang lain memperlakukan kita.
- Bantu si korban untuk menceritakan kejadian kepada orang dewasa yang dia percaya.
Baca topik terkait:
Berbadan pendek pasti sering diledek, benarkah?
No comments:
Post a Comment