Pulang sekolah, si Kutilang marah-marah. Begitu masuk rumah, bukannya ngasih salam, malah ranselnya dilempar ke lantai, lepas sepatu dan lari ke sofa. Duduk dengan mulut monyong, tangannya dilipat ke dada. Funkymami belum pingin ngasih komentar.
KUTILANG: Aku benci sama kentang rebus! Dasar jelek, bulat kayak kentang!
MAMI: Lho, mulai kapan nggak suka kentang?
KUTILANG (dengan wajah masih sewot): Itu guru olah ragaku!
MAMI: Wow, kamu ngasih nama gurumu kentang rebus?
Sebagai layaknya seorang ibu FunkyMami sadar seharusnya dia bilang: ’Hei, jangan bilang begitu. Kamu harus hormat sama guru!’ Tapi FunkyMami cepat menepiskan keinginan untuk bersikap seperti ibu sejati begitu mengingat masa-masa sekolahnya dulu.
Ayo jujur, memang kita nggak pernah ngasih nama-nama aneh buat guru-guru yang menjengkelkan itu? Bahkan guru yang nggak menjengkelkan pun dikasih FunkyMami nama Pak Srundeng, cuman gara-gara warna kumisnya nggak seragam, ada yang hitam, abu-abu, coklat mentah, coklat gelap…persis kayak srundeng (kelapa parut sangrai). Apalagi si guru olah raga waktu SMP. FunkyMami ngasih dia nama Pak Catam (Calon Tamtama), soalnya gaya ngajarnya ala militer. Tiap pagi sebelum masuk kelas kita harus senam kayak tentara Jepang. Mending senam beneran, cuman goyang-goyang kayak orang-orangan sawah. Apalagi yang cewek-cewek, suka malu disuruh nungging putar kiri kanan soalnya rok-nya pada ketarik-tarik. Yang cowok sih happy ada pemandangan bagus. Nah, gara-gara nggak niat senam, FunkyMami kena hukum, disuruh si Catam lari mengelilingi lapangan basket lima kali. Yang bikin muka merah bukan larinya, tapi itu lapangan basket dikelilingi kelas-kelas, jadinya si mami jadi tontonan menarik. Wah, FunkyMami bencinya minta ampun sama si guru olah raga itu. Apa juga untungnya senam di bawah terik matahari? Masuk kelas jadi berkeringat dan haus. Pada jam pertama biasanya nggak ada murid yang konsentrasi, karena sibuk kipas-kipas. Mengingat itu semua, FunkyMami tiba-tiba merasa sehati dengan si Kutilang - 'Iya, dimana-mana emang guru olah raga sok banget!' *cuman dibatin aja sih.*
KUTILANG: Dia selalu teriak-teriak. Nggak pernah manggil pakai nama meski dia tahu nama kita. Dia cuman bilang…kamu…kamu…kamu! Tadi aku dimarahin, dibilang seperti bayi gara-gara lariku lambat. Tadi aku pulang diolok teman-taman, dipanggil bayi…
MAMI: Ah, sekarang mami tahu kenapa kamu marah.
KUTILANG: Iya, rasanya pingin aku kasih plaster mulutnya, trus diikat di kursi biar dia nggak bisa bergerak.
Kutilang ketawa terpingkal-pingkal. Mukanya sudah nggak cemberut lagi.
MAMI: Terus dikasih buletan merah di pipinya biar kayak badut.
KUTILANG: Ya, dikasih wig pink, trus kasih topi badut…
MAMI: Kasih kumis palsu.
KUTILANG: Kasih kuping-kupingan karet.
MAMI: Terus dikilik-kilik sampai kaku.
KUTILANG: Iya, suruh semua anak menggelitik, pasti lucu!
Si Kutilang pun tertawa-tawa.
FunkyMami tahu, caranya dalam meredakan amarah si Kutilang memang agak nyleneh. Seolah-olah dia mendukung dan memperbolehkan Kutilang untuk melampiaskan amarah dengan menjelek-jelekan gurunya. Sesuatu yang tidak seharunya dilakukan oleh ibu yang baik. Tapi, saat FunkyMami mengetahui pokok permasalahan kenapa Kutilang sampai marah-marah, FunkyMami langsung mempunyai gambaran tentang dirinya menjadi tiga macam ibu yang berbeda, yaitu: MAMI UMUMNYA, MAMI BIJAKSANA dan FUNKYMAMI.
MAMI UMUMNYA:
“Kamu tuh ya, pulang sudah nggak ngasih salam, mbanting tas sambil marah-marah. Pakai njelek-njelekin guru lagi. Dosa tahu! Pantes aja gurumu marah liat sikap jelekmu itu. Ya, begitu itu kalau kamu nggak mau dengar perintah guru. Makanya lain kali jadi anak baik di sekolah!”
Kemungkinan reaksi:
Tanpa membereskan tasnya, Kutilang pergi ke kamarnya dengan muka cemberut dan memutuskan, ‘Aku nggak akan lagi cerita sama mama. Percuma, malah bikin sakit hati. Di sekolah dimarahi, di rumah juga dimarahi. Aku benci sekolah! Aku benci mama!).
MAMI BIJAKSANA:
“Nak, kamu nggak boleh menjelek-jelekan guru seperti itu. Kamu harus hormat sama guru, soalnya guru itu orang tuamu di luar rumah. Dia marah seperti itu bukan nggak punya alasan, dia marah soalnya kamu bikin salah. Makanya lain kali kamu harus dengar perintahnya biar dia nggak marah sama kamu.”
Kemungkinan reaksi:
Kutilang pergi, membereskan tasnya dengan muka cemberut dan berpikir: “Ngapain tadi cerita sama mama? Bukannya ngebelain, mama malah mendukung si Kentang Rebus! Bagi cerita sama mama cuman buang-buang waktu. Mulai sekarang aku bagi cerita sama bonekaku ).
FUNKYMAMI:
(Ya kayak yang di atas itu)
Membayangkan kemungkinan reaksi dari MAMI UMUMNYA dan MAMI BIJAKSANA, FunkyMami nggak merasa bersalah saat memilih metode FUNKYMAMI. Karena kejadian berikutnya seperti ini:
MAMI (setelah melihat si Kutilang tertawa-tawa): Merasa baikan?
KUTILANG (mengangguk): Harusnya Ibu Petra bilang baik-baik, aku kan pasti nurut. Nggak perlu bikin aku sakit hati. Mungkin lain kali aku harus lari lebih cepat biar dia nggak manggil aku bayi lagi…
Dan reaksinya adalah:
Kutilang bangkit, mengambil ransel dan pergi ke kamarnya dengan perasaan ringan tanpa amarah.
Menurut FunkyMami sih, si Kutilang hanya ingin didengarkan. Dia hanya ingin perasaannya diterima. Dia tahu dia salah. Tapi dia tidak ingin digurui atau dipertegas bahwa dia salah. Dia hanya ingin orang lain tahu bahwa dia marah karena ada penyebabnya. Mudah-mudahan analisa FunkyMamu nggak salah…
No comments:
Post a Comment