5/07/2010

Negosiasi dengan balita




Negosiasi dengan balita? Pakai bahasa apa?

Seingat FunkyMami, melakukan negosiasi dengan balita seperti berkomunikasi dengan allien hijau. Nggak nyambung! Sudah menjadi sifat alami balita: ngeyel, ngotot, nggak mau nunggu…sekaligus cerdas.

Sejak si Bogang mengenal push bike (sepeda yang nggak pakai pedal), setiap saat dia pingin naik sepedah. Tiap pagi, siang, sore dan malam, pertanyaannya sama: ”Mami, naik sepedah?” (dengan bahasa cedal). Masalahnya, dia nggak cuman nanya, tapi perlu realisasi. Kalau dijawab, ‘Ya, nanti’ atau ‘Ya besok’, biasanya dia langsung kecewa, marah dan berontak.

Beberapa minggu terakhir, kami sempat kewalahan bagaimana cara menjelaskan agar dia mengerti ada waktu-waktu tertentu untuk bermain. Jujur, FunkyMami sering mikir: ”Mau dijelaskan gimana lagi? Dia kan baru 2,5 tahun. Emang kerjaan anak umur segitu kan merengek minta sesuatu.” Maka nggak ada cara lain kecuali memahami jalan pikiran si Bogang dengan membayangkan bagaimana rasanya menjadi seumur dia, bagaimana rasanya kalau lagi excited pingin melakukan sesuatu tetapi di tahan. Masih untung orang dewasa bisa berpikir lebih bijaksana, apa perlunya ngotot melakukan sekarang? Sementara balita 2,5 tahun? *ide ini datangnya juga dari sebuah buku parenting :)*.

Kejadiannya begini...

Jam 8:3o - Sebelum berangkat ke playgroup.

Si Bogang lihat sepedahnya terparkir depan rumah. Seperti biasa dia ngambek nggak mau berangkat ke playgroup. Maunya naik sepedah. FunkyMami bilang : ”Iya, nanti pasti naik sepedah. Setelah pulang dari playgroup, makan siang, bobok, makan snack, baru naik sepedah.” Bogang menatap Mami dengan pandangan bingung. “Sepedah!” katanya lagi. Urutan jawaban FunkyMami sama, playgroup, makan siang, tidur, snack, lalu naik sepedah. Dia menatap lagi. Kali ini agak ragu. Mami bilang lagi: playgroup, makan siang, tidur, snack, lalu naik sepedah. Sangat menarik, si Bogang bilang ’oke’, lalu berjalan meninggalkan rumah.

Siang jam 12:00 – pulang dari playgroup.

Begitu melihat wajah si Mami, Bogang langsung menanyakan hal yang sama:
“Sepedah, mama?” Jawab si Mami tetap sama. Setelah sampai rumah, dia melihat sepedahnya lagi dan langsung pingin naik. Sambil jongkok biar bisa menatap mata si Bogang, Mami mulai menjelaskan lagi dengan kalimat yang sama. Kali ini pakai embel-embel ‘janji’. Tanpa protes, Bogang meletakkan sepedahnya lagi dan masuk rumah sambil ngoceh: ”Sepedah, mama? Sepedah?” FukyMami bilang: “Ya.”

Kelihatannya gampang ya? Percayalah, FunkyMami rasanya pingin membentak si Bogang setiap kali kejengkelan sudah sampai di ubun-ubun. Rasa putus asa karena nggak berhasil berkomunikasi dengannya membuat FunkyMami pingin menyerah begitu saja dan menuruti kemauannya. Tapi yang rugi nantinya si Bogang sendiri, karena demi mementingkan perasaan sendiri FunkyMami perlahan-lahan membangun sebuah pribadi penuntut dan egois. Demi menghindari hal tersebut, FunkyMami terpaksa harus mencari trik bagaimana caranya agar terjadi komunikasi yang lancar dengan si Bogang, yaitu membayangkan berada dalam situasi si Bogang. Dengan begitu FunkyMami bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk bisa diterima oleh anak seusianya.

Kesimpulan FunkyMami (yang belum tentu benar dan sesuai jika diterapkan dengan balita lain) adalah...

Balita perlu jawaban menenangkan


Anak seusia Bogang masih belum mengerti konsep waktu. Kita bisa bilang besok, lusa atau setahun lagi, mereka tidak akan mengerti. Jawaban-jawaban seperti itu justru akan membuat mereka semakin kesal. Yang mereka butuhkan adalah kepastian bahwa mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tentang kapan, mereka belum mengerti. Tidak ada hal lain yang lebih menenangkan mereka kecuali penjelasan bahwa kita mengerti apa yang mereka rasakan. Penjelasan itu merupakan respon yang melegakan atas masalah yang tengah mereka hadapi.

Balita baru bisa memahami penjelasan yang diulang-ulang


Anak seusia Bogang tidak bisa menunggu, tapi kalau kita memberi janji, paling tidak mereka akan lebih tenang. Tentu saja, mereka tidak akan langsung menerima begitu saja. Tapi itulah tugas kita untuk memberi penjelasan yang berulang-ulang.

Balita belajar konsep waktu dari rutinitas


Balita menyukai rutinitas atau pengulangan, karena dengan begitu mereka bisa mengharapkan apa yang akan terjadi kemudian. Melakukan rutinitas yang sama setiap hari pada balita akan memberi mereka suatu kebiasaan yang mudah dihapal. Memang kesannya buang-buang waktu, tapi kesabaran ini akan membuahkan, karena lama-lama mereka akan mengerti bahwa mereka tidak harus mendapatkan apa yang mereka inginkan pada saat itu juga. Mereka akan mulai belajar tentang ‘konsep waktu’, bahwa segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu tertentu untuk pergi ke playgroup, makan siang, tidur, makan snack atau naik sepedah.

Jangan ingkar janji sama balita


Ini yang paling penting. Jangankan balita, kalau kita sering ingkar janji orang dewasa pun tidak akan mempercayai kita. Jangan sampai kita melupakan janji yang sudah kita buat. Misal, ‘Ah, habis bangun tidur pasti dia juga lupa. Biarin aja, mending cuci piring dulu mumpung dia nggak nanya’. Jangan salah ya, balita adalah makhluk yang cerdas. Dia akan mengingat janji kita dan menagihnya. Sebisa mungkin kita harus berusaha menepati, karena kedisiplinan tidak akan bisa diterapkan kalau kita plin plan. Dengan menepati janji anak akan berpikir, ‘Oh, ternyata mami memang benar. Habis makan siang, tidur dan makan snack ternyata memang boleh naik sepedah. Sehingga, suatu saat kalau dia menginginkan hal yang sama, kita tinggal mengulang trik yang sama dengan harapan nggak akan ada rengekan atau proses bujuk membujuk lagi.
Intinya, kitalah yang harus menentukan siapa si Bos. Mama adalah si Bos. Mama lah yang harus menentukan peraturan, bukan sebaliknya. Karena kalau sudah terbalik, bukan kita saja yang susah, tapi juga mengakibatkan kebiasaan jelek anak, yaitu menuntut apa yang diinginkan saat itu juga.

No comments:

Post a Comment