Seperti kebanyakan orang tua, Bu Djoko selalu berharap si kecil Lilly pandai bersosialisasi dan berteman. Dia suka risau melihat anak-anak lain saling tertawa kejar mengejar, sementara si Lilly menyendiri di sudut sambil menggigit jari. Di playground Bu Djoko suka mengeluh dan bertanya-tanya, kok bisa anaknya susah berteman, padahal dulu di sekolah Bu Djoko sangat populer dan punya banyak penggemar.*termasuk Pak Djoko*
Kata Bu Junet, “Jeng Djoko, nggak usah terlalu dipikirkan. Hanya karena si Lilly nggak pandai berteman dan nggak populer, belum tentu dia nggak bisa tumbuh seperti Paris Hilton. Seperti suami saya dulu, waktu kecil dia sangat pendiam dan nggak suka berteman. Orang mikir dia bakal tumbuh menjadi mass murder alias pembunuh berdarah dingin. Tapi buktinya? Eh, sekarang dia malah jadi juragan minyak. Berteman itu keahlian yang bisa dipelajari lho.”
*Bu Djoko mikir, kok bisa Pak Junet jatuh cinta sama wanita ini?*
Ternyata Bu Junet memang benar dan Bu Djoko yang salah. *Nah, lho?* Terlepas keraguan Bu Djoko atas latar belakang pendidikan tetangga saingannya itu, pendapat Bu Junet memang dibenarkan oleh Lucy Willetts, seorang psikolog dan co-author buku Overcoming Your Child's Shyness and Social Anxiety. *Busyet, dalem juga bacaan ibu satu ini. Padahal Bu Djoko terlanjur mengira kalau bacaan favorit Bu Junet adalah Freddy. S!* Bisa bersosialisasi dengan rasa percaya diri dan pandai berteman bukanlah sesuatu yang datang secara natural. Bukti menunjukkan, sikap pemalu hanya sepertiga diturunkan secara genetik, sisanya harus dipelajari. Berteman adalah sebuah skill yang harus dipelajari, seperti belajar berjalan dan berbicara. Begitu katanya...
Kapan waktu yang tepat untuk belajar berteman?
Kapan saja. Tapi waktu yang tepat untuk belajar berteman adalah saat anak masih kecil dan memulai proses belajar berinteraksi dengan orang-orang di sekitaranya. Yang perlu digarisbawahi, belajar berteman tidak beda dengan belajar berjalan atau bicara, semua ada waktunya. Dipaksa seperti apapun nggak bakal berhasil, kalau anak belum siap.
Jangan terlalu banyak berharap
Meskipun anak balita suka memperhatikan dan meniru tingkah laku anak lain seusianya, bukan berarti mereka mengerti perasaan orang lain. Jangan lupa, dunia balita adalah dunia brutal. Mereka bisa bermain berdampingan, tetapi nggak ketinggalan saling pukul. Berbagi, bergantian dan bernegosiasi adalah tiga elemen penting bagi anak yang butuh waktu lama untuk mempelajarinya. Elemen-elemen ini baru berkembang dengan baik saat anak menginjak umur tiga atau empat tahun, dan berkembang lebih baik lagi di tahun berikutnya. Jadi nggak perlu berharap anak kita jadi favorit, soalnya dia pasti akan merebut, memukul, menjambak...paling tidak untuk bela diri.
Memilih berteman dengan siapa
Saat anak menginjak usia SD, mereka mulai menjadi choice maker. Kalau dulu terima aja jika si mami milih baju yang warnanya matching, sekarang dengan PDnya milih baju sendiri, meski keliatan seperti Hannah Montana mengalami buta warna. Bukan hanya baju, tapi anak mulai memilih dengan siapa mereka berteman. Kalau dulu mau saja dipaksa mama berteman dengan si A atau si B, sekarang lebih suka berteman dengan anak yang suka suka ngupil, lupa bilang permisi atau terima kasih. Gimana reaksi kita? Kecewa sih, but that's life! Dalam memilih teman, seringkali pilihan anak tidak sesuai dengan kriteria orang tua. Masih ingat jaman kita remaja dulu kan? Di mata ortu, ada aja yang salah dengan teman kita.
Susahnya, orang tua suka menentukan kriteria tertentu buat anak. Lupa bahwa anak sebenarnya nggak beda jauh seperti orang dewasa dalam urusan berteman. Kita kan nggak perlu punya alasan khusus untuk menyukai seseorang? Pokoknya yang kita tahu sangat menyenangkan jika berteman dengan si A atau si B.
Lalu bagaimana? Menyuport pilihan anak, bukan menghakimi - begitu kata pakarnya. Setelah anak tumbuh dan berkembang secara sosial dan emosional, melalui berteman biasanya mereka mempelajari perbedaan - perbedaan, di antaranya perbedaan sikap dan tingkah laku, perbedaan interest, perbedaan kultur dan budaya, bahkan perbedaan cara dalam menjadi seorang anak.
Terdapat garis yang tipis antara memonitor anak dalam berteman dan memilih teman buat anak... Setiap anak perlu bereksperimen untuk menjadi ‘lain’ dari apa yang diharapkan orang tua. Setelah kita membantu anak untuk mengambil keputusan, maka tugas kita selanjutnya adalah memantau pertemanan mereka dan siap membantu (bukan menyalahkan) saat anak mendapat masalah.
Kalau terjadi masalah?
Gampang, kita cari Sanusi, eh, solusi. Tapi berhubung FunkyMami bukan pakarnya, maka hanya ada beberapa kasus yang bisa dipakai contoh di sini. Eh, tapi kok postingan dah panjang ya? Ya, udah, untuk problem solving silahkan klik di sini. Hayo cepat klik, jangan males, ini kan ibaratnya makan bakso sudah habis, eh lupa pesen teh botol sosronya...
ARTIKEL TERKAIT:
No comments:
Post a Comment