7/09/2012

Agar anak tidak menyia-nyiakan makanan



Menurut laporan FAO (Organisasi Bahan Makanan dan Pertanian PBB), sekitar 1,3 milyar ton makanan hilang atau terbuang sia-sia setiap tahun. Jumlah tersebut adalah sepertiga dari jumlah produksi makanan yang dikonsumsi oleh manusia di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 222 juta ton adalah makanan yang terbuang dari ‘negara-negara kaya’ - jumlah yang setara dengan jumlah seluruh produksi makanan di bagian Sahara Selatan (sub-Saharan Africa) di benua Afrika.

Trenyuh. Begitu banyak orang kelaparan, begitu banyak pula makanan terbuang. Si bocah cilik berjemur seharian meminta sedekah, sementara si anak 'berada' malah tidak mau menghabiskan Cheese Burger - nya setelah merengek-rengek. Lebih parah, malah meminta makanan lain.

Tidak cukup hanya dengan kata-kata


Suatu hari sekolah si S mengadakan acara sosial, yaitu semua murid di kelasnya mengunjungi sebuah panti asuhan. Sejak saat itu si S mengerti bahwa tidak semua anak memiliki keberuntungan yang sama. Seiring dengan rasa ingin tahunya tentang mengapa anak-anak itu tidak memiliki orang tua, mengapa mereka harus mendapatkan sumbangan dan sebagainya, dia pun mulai tertarik meminjam buku-buku di perpustakaan kota tentang kehidupan anak-anak di negara-negara lain. Suatu hari dia membaca sebuah cerita tentang bagaimana anak-anak di Afrika yang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan air bersih dan berjalan kembali berkilo-kilo meter sambil memanggul ember penuh air. Sebuah momen yang tepat bagi FunkyMami untuk memperkenalkan si S lebih dalam tentang kenyataan-kenyataan pahit yang harus dihadapi anak-anak di negara-negara lain. Meski dampaknya sangat menyedihkan, tapi si S mulai belajar realita hidup dari berita di TV, gambar di koran atau video di YouTube. Si S pun mulai mengerti keterkaitan tentang kata ‘kelaparan’ dan ‘tidak menyia-nyiakan makanan’.

Membiasakan diri sejak dini

FunkyMami yakin banyak pembaca yang baik budi dan mampu menyisakan hartanya untuk menyumbang orang-orang yang kurang beruntung, dan juga mengajari anak-anaknya untuk sering ‘melihat ke bawah’. Sebuah tindakan ‘kuratif’ yang sangat terpuji. Tapi bukankah tindakan ‘kuratif’ akan lebih baik lagi jika diiringi dengan tindakan ‘prefentif’? Disamping membiasakan anak untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung, bukankah lebih baik jika kita juga membiasakan anak-anak kita untuk tidak menyia-nyiakan apa yang dia punya? Masalahnya, menerangkan dan memberi contoh anak-anak usia preschool atau TK tidak semudah anak-anak usia sekolah. Keterangan, gambar di koran atau berita di TV masih sulit untuk dimengerti anak preschooler. Apalagi banyak anak kecil yang masih suka makan pilih-pilih. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa belajar untuk tidak menyia-nyiakan makanan.

Cara-cara di bawah mungkin bisa membantu mereka:


Sedikit demi sedikit.

Saat menyajikan makanan di piring anak, beri makanan secukupnya. Kalau dia protes minta lebih banyak, beritahu dia bahwa dia akan mendapatkan makanan lagi kalau yang dipiring sudah dihabiskan. Kalau dia masih mau lagi, beri separuh porsi pertama. Begitu seterusnya.

Hargai pilihan anak

Sejalan dengan proses mengajari anak agar tidak gampang membuang makanan di tempat sampah, maka kita pun harus memberi kelonggaran bagi anak untuk memilih makanan yang dia benar-benar ingin memakannya. Apa untungnya memaksa anak memakan sesuatu yang hanya akan dipelototi sebelum masuk ke tempat sampah? Memang, kesannya seperti mendukung anak untuk ‘pilih-pilih’, tapi jujur saja, tidak semua orang dewasa menyukai tiap jenis sayur, daging atau ikan. Semakin dipaksa kita pun akan semakin hilang selera. Begitupun anak-anak. Acara makan yang seharusnya santai, menyenangkan dan penuh selera bisa berubah menjadi acara makan penuh dengan ancaman dan omelan. "Kalau makanan tidak dihabiskan, nggak boleh nonton TV!" Sebuah ancaman yang umum kita dengar.

Kita juga bisa bertanya dulu sebelum menaruh makanan di piring anak. Misal, nasinya banyak atau sedikit? Apakah dia mau sausnya di atas nasi atau di samping? Apakah dia mau sayur dan sebagainya. Menghargai pilihan anak juga mendorong anak untuk belajar menghargai keinginan orang lain.

Simpan di kulkas dan dimodifikasi

Sisa makanan yang masih banyak atau bahkan hampir tidak tersentuh bisa kita simpan dalam kulkas. Memang anak tidak akan gembira melihat makan siangnya muncul lagi sebagai makan malam dengan bentuk yang sama. Kita juga tidak harus menyajikan kembali makanan lama, yang bisa kita lakukan adalah ‘menyelamatkan’ sisa-sia makanan yang bisa kita olah kembali. Misal, sisa daging kita simpan dan kita olah lagi untuk campuran nasi/mie goreng.

Potong kecil-kecil bila perlu

Jika kita bisa memakan sebuah apel sampai habis, belum tentu anak kecil bisa melakukannya karena selain ukuran perutnya lebih kecil, selera anak juga nggak pasti. Kadang mereka ngotot minta apel hanya gara-gara melihat anak tetangga makan apel. Kita bisa memberi separuh makanan dulu untuk memastikan dia memang bener-bener menginginkannya. Kalau masih pingin beri sisanya. Makanan yang dipotong kecil-kecil secara visual juga lebih mudah bagi anak untuk menghabiskan dibanding dengan segunung makanan yang tampak terlalu banyak untuk dihabiskan.

Saat makan di luar rumah

Saat memesan makanan di restoran, pesan makanan dari daftar menu anak. Jika tidak tersedia, anak bisa sharing sama orang tua dengan meminta piring tambahan. Jika makanan benar-benar masih banyak tersisa, jangan malu-malu untuk meminta doggy bag alias dibungkus untuk dibawa pulang. Kebanyakan tukang saji rumah makan sudah terbiasa melayani doggy bag. Mungkin beberapa dari kita merasa malu, gengsi atau merasa terlalu repot hanya untuk makanan yang harganya ‘tidak seberapa’. Sebaiknya kita abaikan perasaan ini dengan membayangkan makanan selejat itu (tidak gratis lagi) harus masuk tong sampah. Dan ingat juga, harga ‘tidak seberapa’ itu amatlah relatif. Apalagi kita bisa menyimpan sisa makanan tersebut di kulkas untuk dimakan pada malam hari atau besok siang.


Saat makan di tempat pesta

Pasti banyak dari kita berpikir, asyik diundang pesta, bakal makan gratis. Maka tiba-tiba mata pun lebih besar dibanding kapasitas perut. Ambil ini itu, itu lagi dan ini lagi, yang buntut-buntutnya malah nggak bisa dihabiskan. Begitu juga saat pesta ulang tahun anak. Anak kecil biasanya sangat gembira melihat banyaknya jenis makanan favorit yang tersedia berjejer-jejer. Baik orang tua maupun anak seharusnya mengerti, menyia-nyiakan makanan orang nggak beda dengan menyia-nyiakan makanan sendiri. Anjurkan anak untuk memilih beberapa makanan dulu yang benar-benar dia sukai. Setelah habis dan merasa masih bisa nambah, persilahkan untuk memilih lainnya.

Ajak anak belanja

Mengajak anak berbelanja dan menunjukkan harga masing-masing bahan makanan adalah cara yang baik untuk menerangkan harga sebuah makanan. Cara ini cocok bagi anak yang sudah mengenal angka. Tapi hanya dengan menunjukkan angka-angka tidak akan membantu mereka untuk mengerti ‘harga’ sebuah makanan. Kita harus memberi perbandingan yang bisa masuk di akal mereka, misal, harga satu kotak susu sama dengan uang sakunya per minggu. Dengan begitu dia bisa membayangkan sering membuang susu sama dengan membuang uang saku.

Tidak menyia-nyiakan TIDAK SAMA dengan pelit

FunkyMami percaya pasti banyak dari pembaca yang benar-benar mampu membeli makanan sehingga tidak harus repot-repot berurusan dengan makanan sisa. Menyimpan buah apel yang sudah digigit, memotong bekas gigitan, menyucinya dan menyajikannya kembali mungkin terkesan pelit bagi beberapa orang. Tapi harap dimengerti, tidak menyia-nyiakan makanan bukan berarti berjiwa pelit, melainkan sebuah prinsip, yaitu kesadaran untuk menghargai sesuatu yang sangat berharga bagi orang lain yang membutuhkannya tapi tidak bisa mendapatkannya.

Belajar dari melihat

Sebelum kita membiasakan anak untuk tidak menyia-nyiakan makanan maka sudah seharusnya kita pun tidak gampang menyia-nyiakan makanan. Seperti yang kita ketahui, anak lebih banyak belajar dari sikap dan perbuatan orang tua daripada kata-kata. Jika kita mudah membuang makanan di tempat sampah, maka mereka pun akan berpikir tidak masalah membuang makanan di tempat sampah.