Menurut laporan FAO (Organisasi Bahan Makanan dan Pertanian PBB), sekitar 1,3 milyar ton makanan hilang atau terbuang sia-sia setiap tahun. Jumlah tersebut adalah sepertiga dari jumlah produksi makanan yang dikonsumsi oleh manusia di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 222 juta ton adalah makanan yang terbuang dari ‘negara-negara kaya’ - jumlah yang setara dengan jumlah seluruh produksi makanan di bagian Sahara Selatan (sub-Saharan Africa) di benua Afrika.
Trenyuh. Begitu banyak orang kelaparan, begitu banyak pula makanan terbuang. Si bocah cilik berjemur seharian meminta sedekah, sementara si anak 'berada' malah tidak mau menghabiskan Cheese Burger - nya setelah merengek-rengek. Lebih parah, malah meminta makanan lain.
Tidak cukup hanya dengan kata-kata
Suatu hari sekolah si S mengadakan acara sosial, yaitu semua murid di kelasnya mengunjungi sebuah panti asuhan. Sejak saat itu si S mengerti bahwa tidak semua anak memiliki keberuntungan yang sama. Seiring dengan rasa ingin tahunya tentang mengapa anak-anak itu tidak memiliki orang tua, mengapa mereka harus mendapatkan sumbangan dan sebagainya, dia pun mulai tertarik meminjam buku-buku di perpustakaan kota tentang kehidupan anak-anak di negara-negara lain. Suatu hari dia membaca sebuah cerita tentang bagaimana anak-anak di Afrika yang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan air bersih dan berjalan kembali berkilo-kilo meter sambil memanggul ember penuh air. Sebuah momen yang tepat bagi FunkyMami untuk memperkenalkan si S lebih dalam tentang kenyataan-kenyataan pahit yang harus dihadapi anak-anak di negara-negara lain. Meski dampaknya sangat menyedihkan, tapi si S mulai belajar realita hidup dari berita di TV, gambar di koran atau video di YouTube. Si S pun mulai mengerti keterkaitan tentang kata ‘kelaparan’ dan ‘tidak menyia-nyiakan makanan’.
Membiasakan diri sejak dini
FunkyMami yakin banyak pembaca yang baik budi dan mampu menyisakan hartanya untuk menyumbang orang-orang yang kurang beruntung, dan juga mengajari anak-anaknya untuk sering ‘melihat ke bawah’. Sebuah tindakan ‘kuratif’ yang sangat terpuji. Tapi bukankah tindakan ‘kuratif’ akan lebih baik lagi jika diiringi dengan tindakan ‘prefentif’? Disamping membiasakan anak untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung, bukankah lebih baik jika kita juga membiasakan anak-anak kita untuk tidak menyia-nyiakan apa yang dia punya? Masalahnya, menerangkan dan memberi contoh anak-anak usia preschool atau TK tidak semudah anak-anak usia sekolah. Keterangan, gambar di koran atau berita di TV masih sulit untuk dimengerti anak preschooler. Apalagi banyak anak kecil yang masih suka makan pilih-pilih. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa belajar untuk tidak menyia-nyiakan makanan.Cara-cara di bawah mungkin bisa membantu mereka:
Sedikit demi sedikit.
Saat menyajikan makanan di piring anak, beri makanan secukupnya. Kalau dia protes minta lebih banyak, beritahu dia bahwa dia akan mendapatkan makanan lagi kalau yang dipiring sudah dihabiskan. Kalau dia masih mau lagi, beri separuh porsi pertama. Begitu seterusnya.Hargai pilihan anak
Sejalan dengan proses mengajari anak agar tidak gampang membuang makanan di tempat sampah, maka kita pun harus memberi kelonggaran bagi anak untuk memilih makanan yang dia benar-benar ingin memakannya. Apa untungnya memaksa anak memakan sesuatu yang hanya akan dipelototi sebelum masuk ke tempat sampah? Memang, kesannya seperti mendukung anak untuk ‘pilih-pilih’, tapi jujur saja, tidak semua orang dewasa menyukai tiap jenis sayur, daging atau ikan. Semakin dipaksa kita pun akan semakin hilang selera. Begitupun anak-anak. Acara makan yang seharusnya santai, menyenangkan dan penuh selera bisa berubah menjadi acara makan penuh dengan ancaman dan omelan. "Kalau makanan tidak dihabiskan, nggak boleh nonton TV!" Sebuah ancaman yang umum kita dengar.Kita juga bisa bertanya dulu sebelum menaruh makanan di piring anak. Misal, nasinya banyak atau sedikit? Apakah dia mau sausnya di atas nasi atau di samping? Apakah dia mau sayur dan sebagainya. Menghargai pilihan anak juga mendorong anak untuk belajar menghargai keinginan orang lain.